PKS Kritik Alasan Kemendikbud Hentikan Tunjangan Guru SPK
Pendidikan di Indonesia tidak hanya berfokus pada sekolah negeri saja, tapi juga pada sekolah lainnya, termasuk sekolah SPK.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Politisi PKS, Ledia Hanifah Amaliah mempertanyakan penjelasan filosofis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) soal pemberhentian tunjangan bagi guru yang mengajar di sekolah satuan pendidikan kerjasama (SPK).
Hal itu ia sampaikan pada webinar dan diskusi publik yang diselenggarakan Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) terkait penghapusan tunjangan profesi guru (TPG) SPK pada Minggu (24/1/2021).
Anggota komisi X DPR RI itu menegaskan bahwa pendidikan di Indonesia tidak hanya berfokus pada sekolah negeri saja, tapi juga pada sekolah lainnya, termasuk sekolah SPK.
Baca juga: Cerita Guru Madrasah di Kalsel Tetap Mengajar Daring Saat Harus Mengungsi karena Banjir
“Pendidikan kita tidak tegak hanya pada sekolah negeri saja, tapi kita punya sekolah swasta, sekolah SPK, sekolah keagamaan, kita punya pendidikan non formal homeschooling dan sebagainya, sebagai satu kesatuan yang dibahas sebagai entitas pendidikan yang akan mencapai kesatuan pendidikan nasional,” kata Ledia.
“Dari dasar ini mestinya ketika kita bicara soal mengapa ini (tunjangan guru SPK) dihapuskan, harusnya ada penjelasan yang lebih filosofis,” lanjutnya.
Diketahui, hak tunjangan profesi guru SPK diberhentikan Kemendikbud sejak tahun 2020 lewat Persesjen Kemendikbud Nomor 6 Tahun 2020.
Ledia mengatakan hulu dari permasalah ini adalah persoalan grand design pendidikan di Indonesia. Menurutnya dengan adanya grand design, pendidikan di Indonesia akan terlihat arah tujuannya.
Baca juga: CEK FAKTA: Benarkah SBY Berjualan Nasi Goreng ? Rasanya Super Enak dan Bumbunya Pas Banget
“Ketika tidak ada grand design, maka dalam pembahasan undang-undang terkait sertifikasi guru, itu tidak bisa menjadi patokan untuk mengukur profesionalitas guru,” katanya
“Paradigma pemerintah terkait hal ini masih tidak jelas mau seperti apa, ini menjadi hal penting. Karena akhirnya akan muncul hal-hal yang baru terkait isu-isu yang berkaitan dengan guru-guru di SPK, TPG SPK dan swasta dan lainnya,” kata dia.
Ledia mengatakan bahwa di bulan Juli 2020, pihaknya di komisi X pernah menerima audiensi dari forum SPK dan telah berdiskusi dengan Kemendikbud terkait pemberhentian tunjangan ini.
Ia mengatakan hal ini perlu terus disuarakan agar para guru sebagai salah satu pilar dalam pendidikan di Indonesia terus mendapat perhatian dari pemerintah.
“Ini betul-betul harus terus dicermati dan harus terus disuarakan agar ke depan menjadi lebih baik lagi, dan hak-hak yang belum ditunaikan segera ditunaikan,” katanya.
Sebagaimana pemerintah terus mendorong agar guru terus meningkatkan kualitas pengajaran, Ledia berharap pemerintah juga terus memberikan perhatian dengan memberikan dukungan dana.
Oleh karenanya, semua elemen terkait diharapkan melakukan diskusi secara intens terkait tunjangan ini, mengingat ini tunjangan ini juga dibutuhkan para guru SPK untuk menghadapi krisis akibat pandemi covid-19.
“Kalau ini dikatakan ini sudah lewat tetap ini harus diselesaikan. Diharapkan ini juga bisa segera diselesaikan,” ujarnya.
Dalam aturan Persesjen Kemendikbud Nomor 6 Tahun 2020 tercantum, tunjangan profesi dikecualikan bagi guru bukan PNS yang bertugas di Pendidikan Agama dan Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK).
Untuk guru pendidikan agama sendiri tunjangan profesinya dibayarkan oleh Kementerian Agama, namun tidak dijelaskan tunjangan bagi guru yang bertugas di SPK.
Hal ini menjadi keluhan para guru melalui Forum Komunikasi Guru SPK.
SPK sendiri merupakan satuan pendidikan yang diselenggarakan atau dikelola atas dasar kerja sama antara Lembaga Pendidikan Asing (LPA) yang terakreditasi atau diakui di negaranya dengan Lembaga Pendidikan Indonesia (LPI) pada jalur formal atau nonformal yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.