Politikus NasDem Dukung Menag Tinjau Ulang SKB Pendirian Rumah Ibadah
Menurut Nurhadi, negara harus menjamin kebebasan beragama setiap warga sesuai dengan kepercayaannya masing-masing.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR Nurhadi mendukung Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang akan meninjau kembali Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri terkait pendirian rumah ibadah.
Menurut Nurhadi, negara harus menjamin kebebasan beragama setiap warga sesuai dengan kepercayaannya masing-masing.
"Harus memastikan semua terlindungi dan nyaman dalam melaksanakan ajaran agamanya, termasuk persoalan mendirikan rumah ibadah," papar Nurhadi saat dihubungi, Jakarta, Senin (25/1/2021).
Baca juga: Kemenag Alokasikan Rp 162 Miliar untuk Dana BOS Pesantren Tahun 2021
"Spirit untuk mendirikan rumah ibadah harus dimaknai sebagai hak warga negara yang harus dilindungi dan dihormati. Bukan malah untuk membatasi atau mempersulit, karenanya SKB dua menteri saya kira juga perlu ditinjau ulang," sambung Nurhadi.
Selama ini, kata Nurhadi, SKB tersebut sudah menuai pro dan kontra di masyarakat, karena adanya kesulitan mendirikan rumah ibadah akibat regulasi yang ada.
Selain regulasi, hambatan lainnya yaitu kepala daerah terkadang tidak ingin ambil risiko terkait pendirian rumah ibadah yang mendapat penolakan dari ormas keagamaan atau pihak lain.
"Pemerintah lebih melihat stabilitas, biasanya pengajuan dibatalkan dan disarankan untuk memperluas rumah ibadah aja yang sudah ada," papar politikus NasDem itu.
Oleh sebab itu, Nurhadi meminta Kementerian Agama untuk segera melakukan kajian yang mendalam terkait sulitnya mendirikan rumah ibadah untuk agama tertentu.
"Apalagi sekarang gerakan radikalisme akut yang semakin jauh dari praktek moderasi beragama yang toleran, plural, menghargai kebebasan dan lain-lain," ucap Nurhadi.
"Perlu sebenarnya kajian mendalam dulu terkait isu-isu pendirian rumah ibadah. Apakah bagian dari praktik menghalangi kebebasan? Apakah kebijakan tersebut betul menghalangi? Karena usulan pendirian bisa aja dilihat faktor sosiologis, kultur dan lain-lain," papar Nurhadi.
Baca juga: Surati Menkes, Menag Harap Jemaah Haji Dapat Prioritas Vaksinasi Covid-19
Diketahui, tata cara pendirian rumah ibadah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 Tahun 2006 dan No 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
Pendirian rumah ibadah wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. Selain itu, harus memenuhi persyaratan khusus, meliputi:
1. Daftar nama dan kartu tanda penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah;
2. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
3. Rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan
4. Rekomendasi tertulis Forum Kerukunan Umat Beragama kabupaten/kota.
Sebelumnya, Menag Yaqut menyebut pihaknya sedang melakukan kajian SKB Dua Menteri agar dapat memudahkan para pemeluk agama mendirikan tempat ibadah.
Yaqut berjanji akan menghapus aturan-aturan yang dapat mempersulit pendirian rumah ibadah. Sebaliknya, Yaqut bakal menambah aturan yang mempermudah para umat beragama.
"Jika ada pasal-pasal yang sekiranya jadi hambatan umat beragama untuk mendirikan tempat ibadah, ini akan kita drop. Ini akan perjelas, kita tambahin itu agar kita semakin mudah dalam menjalankan ibadah dan termasuk di dalamnya adalah mendirikan tempat-tempat ibadah," tutur Yaqut.