Moeldoko Siapkan Formula Untuk Perjuangkan Nasib Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer
Moeldoko yang didampingi Deputi II KSP Abetnego Tarigan menyadari, kontribusi dan pengabdian guru dan tenaga kependidikan honorer sangat besar bagi
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kantor Staf Presiden (KSP) memfasilitasi perjuangan guru dan tenaga kependidikan honorer non kategori (GTKNHK 35+) untuk menjadi menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak (P3K).
Delapan perwakilan guru dan tenaga kependidikan honorer dengan usia 35 tahun ke atas atau GTKNHK 35+ saat beraudiensi dengan KSP punya keinginan untuk menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak (P3K).
“Akan kami carikan formulanya sehingga ada perubahan, karena kami juga pernah penjuangkan honorer perawat,” kata Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jakarta, Rabu (27/1/2021).
Moeldoko yang didampingi Deputi II KSP Abetnego Tarigan menyadari, kontribusi dan pengabdian guru dan tenaga kependidikan honorer sangat besar bagi pengembangan sumber daya manusia.
Sayangnya, selama ini masih banyak guru dan tenaga kependidikan honorer yang mendapat upah jauh dari standar.
Bahkan, katanya, Presiden Joko Widodo pun prihatin dan sangat memperhatikan masalah ini.
Hal itu pula yang mendorong KSP menerima audiensi GTKNHK 35+ untuk merumuskan masalah dan mencari solusi bersama.
“Karena kami punya semangat yang sama untuk membantu nasib guru dan tenaga kependidikan honorer. Setelah pertemuan ini, GTKNHK bisa berkomunikasi secara intens dengan KSP untuk memperjuangkan apa yang diinginkan,” tutur Moeldoko.
Baca juga: PGRI: Guru Honorer Dibutuhkan Tapi Dilupakan
Delapan perwakilan GTKNHK 35+ ini hadir dari berbagai provinsi. Di antaranya Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, hingga Sulawesi Utara.
Sebagian besar telah menjadi guru dan tenaga kependidikan honorer lebih dari 15 tahun.
Salah satunya Yudha Aremba, yang merupakan Ketua I GTKNHK 35+. Yudha yang merupakan guru honorer salah satu sekolah dasar (SD) di Jawa Timur sudah memasuki masa pengabdian selama 16 tahun dan hingga kini hanya mendapat upah Rp700 ribu per bulan.
“Sehingga masa muda kami habis untuk mencari kerja sampingan. Ini merupakan bentuk beratnya kami menjalankan kehidupan,” cerita Yudha di hadapan Moeldoko.
Dari pengabdiannya itu, Yudha dan para anggota GTKNHK 35+ sempat menggelar rapat koordinasi nasional (Rakornas) pada Februari 2020.
Pada Rakornas GTKHNK 35+ itu, disepakati dua tuntutan kepada Pemerintah, yakni permohonan pengangkatan sebagai ASN melalui Keputusan Presiden dan penaikkan upah untuk guru dan tenaga kependidikan honorer di bawah usia 35 tahun.