Bukan Soal Anies, Pengamat: Pilkada 2022 untuk Selamatkan Proses Demokrasi Elektoral Langsung
Draf Revisi UU Pemilu mencantumkan jadwal Pilkada 2022 dan 2023. SIkap fraksi-fraksi di DPR RI kini terbelah, ada yang setuju dan tidak setuju.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Draf Revisi Undang-Undang Pemilu mencantumkan jadwal Pilkada 2022 dan 2023. SIkap fraksi-fraksi di DPR RI kini terbelah, ada yang setuju dan tidak setuju.
Muncul asumsi bahwa kubu yang menyetujui adanya Pilkada 2022 memiliki kaitan dengan keinginan memuluskan jalan Anies Baswedan ke Pilpres 2024.
Analis politik UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno mengatakan asumsi tersebut kurang relevan adanya.
"Bahwa usulan mengaitkan Pilkada 2022 itu berkaitan dengan Anies Baswedan maju di Pilpres 2024 kurang relevan. Karena ada ratusan kepala daerah yang masa jabatannya juga akan habis di 2022 selain Anies," ujar Adi, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (28/1/2021).
Adi menilai terlalu sederhana jika masalah ada tidaknya Pilkada 2022 dan 2023 dikaitkan dengan potensi Anies Baswedan maju dalam Pilpres 2024.
Dia menegaskan, ada yang lebih penting dengan dilaksanakannya Pilkada 2022 dan 2023 yaitu menyelamatkan proses demokrasi elektoral secara langsung.
Baca juga: Pilkada Berbarengan dengan Pilpres 2024, Rugikan Capres dari Kepala Daerah
"Artinya usulan Pilkada 2022 dan 2023 itu normalisasi dalam proses Pilkada sehingga tidak ada amputasi kepala daerah. Kalau tidak ada pilkada 2022 dan 2023, ini secara tidak langsung telah mereduksi dan menghancurkan proses demokrasi elektoral kepala daerah secara langsung," kata dia.
Baca juga: Pengamat: Pilkada Bersamaan Pilpres 2024, Untungkan PDIP dan Rugikan Anies Baswedan
Apabila normalisasi pilkada tak dilakukan dan tetap berlangsung Pilkada Serentak di 2024, Adi menilai seolah kepala daerah yang masa jabatannya habis di 2022 dan 2023 dikorbankan.
Menurut dia, hal tersebut tak ubahnya membuat pemerintah bisa menunjuk ratusan Plt di daerah untuk menjadi kepanjangan tangan pemerintah.
"Makanya kalau dilihat secara substansi, usulan Pilkada 2022 dan 2023 ya untuk menyelamatkan supaya kepala daerah tidak di Plt kan," jelasnya.
"Ini kan menjadi ironi dalam demokrasi kita pascareformasi. Di satu sisi kita ingin memilih kepala daerah secara langsung, kok tiba-tiba Pilkada 2022 dan 2023 ditiadakan dengan alasan keserentakan Pilkada di 2024. Kan bisa dimundurin di 2027," tandasnya.