Eks Wali Kota Buka-bukaan Soal Konfliknya dengan Ahok hingga Mundur dari Jabatannya
Rustam Effendi akhirnya membuka rahasia di balik perbedaan sikap dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rustam Effendi akhirnya membuka rahasia di balik perbedaan sikap dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Hal ini diungkapkannya setelah lima tahun berlalu.
Sekadar mengingatkan, Rustam Effendi tahun 2016 mundur dari jabatan Wali Kota Jakarta Utara setelah sempat dikritik secara terbuka oleh Gubernur DKI Jakarta yang saat itu dijabat Ahok.
Ahok, saat itu, secara terbuka menyebut Rustam Effendi tidak mendukung programnya mengatasi banjir di Jakarta.
Sementara mantan Wali Kota Jakarta Barat itu mengaku telah bekerja secara maksimal untuk memastikan program penanganan banjir di Jakarta Utara berjalan dengan baik.
Karena dianggap tak becus kerja dan dikritik secara terbuka, Rustam Effendi saat itu milih mundur dan menjadi salah satu pejabat Pemprov DKI Jakarta yang mundur pada era kepemimpinan Ahok.
Dalam perbicangan khusus dengan Warkotalive.com di Kembangan, Jakarta Barat, Rustam Effendi yang kini menjadi Ketua PMI DKI Jakarta itu membongkar rahasia di balik kemundurannya tersebut.
Baca juga: Polisi Sebut Pesta Selebriti yang Didatangi Raffi Ahmad dan Ahok Tanpa Undangan Resmi
Baca juga: Jenazah Pilot Sriwijaya Air SJ-182 Kapten Afwan Berhasil Teridentifikasi Berkat DNA Anak Kandung
Saat itu Rustam mengaku berbeda pandangan dengan Ahok soal rencana penertiban di salah satu wilayahnya saat itu.
"Ya saat saya mundur dari Wali Kota Jakarta Utara itu ada beda pemahaman dengan Pak Gubernur. Polanya sama tapi hanya memang strateginya yang berbeda," kata Rustam Effendi ditemui beberapa waktu lalu.
Rustam mengisahkan, saat itu Jakarta Utara tengah terjadi proses penertiban, terutama penertiban kawasan prostitusi Kalijodo, Jakarta Utara.
Ia menghendaki proses penertiban itu dilakukan dengan pola tertentu, yaitu didahului dengan pendekatan secara persuasif.
Baca juga: Kata Puput Nastiti Devi soal Pernikahannya dengan Ahok: Apa Alasan Saya Nolak?
Hanya saja, Ahok saat ini meminta untuk segera dilakukan upaya penertiban.
Atas dasar beda pandangan ini, Rustam pada akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatan Wali Kota Jakarta Utara.
"Saat itu pimpinan meminta secepatnya, soal urusan diselesaikan belakangan. Saya bilang itu tidak bisa Pak, nah hal ini yang jadi pangkal perbedaan pandangan," katanya.
Meski sempat mengundurkan diri sebagai Wali Kota Jakarta Utara saat kepemimpinan Ahok, hubungan Rustam dengan Ahok tetap terjalin baik.
Bahkan Rustam mengaku masih menjaga silahturami dan berkomunikasi dengan mantan Gubernur DKI itu.
"Sampai sekarang saya malah masih kontak-kontakan dengan mantan Pak Gubernur. Saya waktu beliau ulang tahun juga saya masih WA, masih komunikasi. Dia jawab juga. Waktu mundur juga saya lakukan baik-baik," ujarnya.
Prinsip Rustam, ia akan melakukan hal yang memang dianggap baik.
Namun jika hal itu dianggapnya tidak baik bagi dirinya, maka ia tidak akan melakukan hal itu.
Meskipun hal itu bertentangan dengan pimpinan.
Baca juga: Masalah Koneksi Internet, Ribuan Siswa Terancam Tidak Naik Kelas Lantaran Tidak Setor Tugas ke Guru
Baca juga: Jenazah Pilot Sriwijaya Air SJ-182 Kapten Afwan Berhasil Teridentifikasi Berkat DNA Anak Kandung
"Prinsip saya, kalo itu baik, ya saya lakukan. Tapi kalo tidak baik, ya tidak akan saya lakukan," tuturnya.
Perdebatan panas
Menurut catatan Warta Kota, pada April 2016, Rustam Effendi pernah terlibat perdebatan panas dengan Ahok, meski tidak secara langsung.
Hal itu terjadi karena Ahok menuding Rustam Effendi bersekutu dengan calon gubernur Yusril Ihza Mahendra.
Tudingan itu disampaikan Ahok terkait dengan genangan di Jakarta Utara yang tak kunjung habis serta penggusuran kawasan Pasar Ikan, Jakarta Utara.
Tapi, Ahok kemudian meralatnya dengan mengatakan hal itu hanya bercanda.
Tidak terima dengan tudingan yang disebutnya sebagai fitnah itu, Rustam Effendi menulis curahan hati (curhat) melalui akun facebook dirinya.
Sebagai anak buah, dia sebenarnya berharap ada evaluasi dan ucapan terima kasih dari atasan (gubernur) bila berhasil menjalankan tugas. Tapi yang ia terima justru fitnah yang menyakitkan.
Berikut curhatan Rustam Effendi saat itu:
BEKERJA DENGAN HATI, suatu ironi :
Apa yg sy kerjakan selama ini adalah bentuk pengabdian dan tanggung jawab dari jabatan yg saya emban. Saya sadar se-sadarnya bhw apa yg saya lakukan di Jakarta Utara mulai 2 Januari 2015 s.d saat ini belum apa2 dan belum banyak membawa kebaikan bagi wilayah dan masyarakat Jakarta Utara. Kedudukan Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta yg tidak otonom (otonomi berada di Tk Provinsi) menjadi kendala tersendiri bagi Para Walikota di Provinsi DKI Jakarta untuk berkreasi dan secara cepat menyelesaikan permasalahan yg ada di wilayahnya.
Harapan utk secara cepat dapat mewujudkan tuntutan dan harapan masyarakat juga menjadi persoalan tersendiri. Tetapi dg segala keterbatasan kewenangan tsb saya berupaya bekerja semaksimal mungkin utk mewujudkan kebaikan bagi wilayah dan masyarakat Jakarta Utara. Saya sadar se-sadar2nya bhw dalam masa jabatan saya yg relatif baru belum banyak yg saya perbuat bagi Jakarta Utara. Tetapi selama ini saya dg sepenuh hati, pikiran dan tenaga saya curahkan bagi wilayah dan masyarakat Jakarta Utara.
Berpikir, berbicara dan berbuat yg terbaik bagi wikayah dan masyarakat Jakarta Utara adalah obsesi saya. Jika ada sedikit perbaikan yg dirasakan di Jakarta Utara seperti agak berkurangnya daerah genangan di Jakarta Utara, atau Jakarta Utara sedikit lebih bersih, atau juga yg masih segar dlm ingatan kita yaitu lenyapnya kawasan lokalisasi prostitusi Kalijodo, saya selalu mengatakan bhw itu adalah hasil kerja team dan atas dukungan masyarakat, saya tidak pernah mengklaim bhw pekerjaan itu prestasi kerja saya sendiri.
Bekerja dan memberikan yg terbaik menjadi tekad saya. Sudah sering saya ungkapkan bhw apa yg saya lakukan dlm pelaksanaan tugas saya lakukan secara maksimal dan secara ikhlas, tanpa berharap saya mendapat apa dan saya tidak berharap mendapatkan jabatan atau peningkatan karier yg lebih tinggi lagi.
Jabatan Walikota saja bagi saya sdh merupakan sesuatu anugerah yg sangat luar biasa dan saya menganggap inilah puncak perjalanan karier saya yg dimulai dari tenaga magang (sekarang disebut PHL) di Kantor Kelurahan Rawabuaya Cengkareng Jakarta Barat. Hanya satu keinginan saya yaitu dapat menyelesaikan tugas dan karier saya secara baik. Diujung karier saya ini, saya ingin berbuat sesuatu yg bermanfaat bagi orang banyak sebagai bekal hidup saya di akherat kelak.
Saya juga sangat menyadari bahwa banyak kekurangan, kelemahan dan keterbatasn saya, walau saya berupaya pada setiap waktu memperbaiki kelemahan dan kekurangan tsb. Tatapi kelemahan, kekurangan atau juga kealpaan adalah sifat manusia yg sulit dielakkan.
Dengan kesadaran tersebut maka dalam pikiran saya dikoreksi dari berbagai pihak atas pelaksanaan pekerjaan saya adalah suatu keharusan. Apalagi koreksi atau bahkan kemarahan dari pimpinan adalah suatu kewajaran bagi perbaikan ke depan. Oleh karena itu marahnya pimpinan saya anggap cambuk utk perbaikan ke depan. Saya tidak pernah sakit hati atas marahnya pimpinan kepada saya, karena saya selalu berpikir bhw pimpinan pasti lebih baik, lebih tahu dan lebih bijak dari bawahan
Khusus utk penertiban/pembongkaran, saya tidak pernah ragu apalagi takut melaksanakan tugas itu. Sebagaimana yg saya tunjukan pada saat penertiban di beberapa bagian wilayah di Jakarta Utara termasuk di Jl. Tubagus Angke, Kali Karang, Kali Cakung Lama, Anak Kali Ciliwung Ancol, Lokalisasi Kalijodo, Pasar Ikan dan dibeberapa tempat lainnya.
Cuma memang dalam penertiban/pembongkaran yg menyangkut orang banyak saya bertindak ekstra hati2, dg perhitungan matang dan hrs terkoordinasi dg unit2 terkait dan melalui pengkondisian secara baik. Ini mungkin terkesan atau dilihat oleh orang lain saya terlalu lamban. Satu hal yg menjadi kunci dalam penertiban/pembongkaran pemukiman adalah "ketersediaan dan kelayakan Rumah Susun sebagai tempat relokasi penghuni/penduduk yg akan ditertibkan" Ini suatu keharusan yg tidak boleh ditawar.
Walau saya berlatar belakang pendidikan di bidang ilmu politik, dan juga berkawan dg orang politik (sesama mantan aktifis pada saat muda/mahasiswa), tapi dg kesadaran penuh bhw dalam pelaksanaan tugas saya sebagai PNS/Aparatur Sipil Negara, saya tidak mau mengaitkan pelaksanaan tugas dg kepentingan politik orang/golongan tertentu. Jadi jika ada yg menilai bhw saya bersekutu dg tokoh politik ataupun bakal calon Gubernur/Wakil Gubernur dalam Pilkada DKI Tahun 2017 saya nyatakan tidak benar dan tidak beralasan sama sekali.
Dengan ini saya nyatakan bahwa tuduhan saya bersekutu dg Pak Yusril adalah tidak benar.
Secara jujur saya katakan bhw kadang2 selaku bawahan saya juga mengharapkan mendapatkan ucapan terima kasih dari pimpinan atas hasil kerja yg telah dikakukan, hal ini penting sebagai bekal semangat pelaksanaan tugaa selanjutnya. Tetapi jika itu tidak ada tidaklah mengapa dan saya akan terus melaksanakan tugas berikutnya dengan semangat. Bebeda dengan tuduhan yg menjurus fitnah apalagi keluar dari mulut pimpinan adalah sesuatu yg SANGAT MENYAKITKAN
Dan lebih menyedihkan tuduhan dan fitnah itu keluar dari pimpinan yg sebenarnya saya berharap memberikan petunjuk, arahan, bimbingan, memotivasi, memberi semangat, dan itu dipertontonkan di muka jagat raya
Apakah ini yg disebut BEKERJA DENGAN HATI ?
Wallahu Khairul Makiriin
-Rustam Effendi, Walikota Jakarta Utara-
Geng golf
Saat itu, Ahok juga pernah mengungkap adanya geng golf di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Geng itu sudah lama ada sebelum era Joko Widodo pimpin Jakarta.
Ahok sebut keberadaan geng golf tidak masalah.
Asalkan para Pegawai Negeri Sipil (PNS) itu tetap memenuhi tugas pokok dan menjalankan amanat yang sudah disematkan.
Dia mengingatkan agar PNS yang tergabung dalam geng golf termasuk Wali Kota Jakarta Utara saat itu Rustam Effendi, tidak menjadikan ajang berpolitik jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2017.
"Saya mah orangnya gampang saja. Saya sudah bilang berkali-kali, PNS kalau ketahuan kampanye itu melanggar. Tidak pilih saya tidak apa-apa. Saya tahu kok ada sebagian PNS tidak suka sama saya," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (25/4/2016)
Ahok pernah menegur Rustam soal perkumpulan golf tersebut. Ahok katakan bermain golf tidak menjadi masalah, asalkan pekerjaan sebagai pejabat negara tidak terpinggirkan.
(Tribunnews.com/Dennis)
Sebagian artikel telah tayang di Warta Kota dengan judul: RUSTAM Effendi Akhirnya Ungkap Rahasia Konflik dengan Ahok Hingga Mundur dari Wali Kota Jakut 20216