Kepala BNPT: Kita Tidak Ingin Ada Lagi Anak yang Menjadi Pelaku Bom Bunuh Diri
Boy Rafli menyampaikan penyebaran paham radikalisme telah menjadi bukan permasalah di Indonesia saja. Dia bilang masalah ini menjadi persoalan di ber
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengharapkan bahwa masyarakat dapat lebih kritis dan menentang (resistensi) terhadap paham-paham radikalisme yang masuk ke Indonesia.
Boy Rafli menyampaikan penyebaran paham radikalisme telah menjadi bukan permasalah di Indonesia saja.
Dia bilang masalah ini menjadi persoalan di berbagai negara di dunia.
Di Indonesia, kata dia, paham radikalisme ini masuk melalui ajaran-ajaran agama tertentu yang keliru.
Tak hanya itu, paham itu juga telah masuk ke masyarakat tanpa sadar melalui media sosial.
"Cara berpikirnya sudah berlebihan atau ekstrem. Tidak lagi menghargai hukum, tidak lagi menghargai kehidupan berdemokrasi, tidak menghargai konstitusi, tidak menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan kalau dikaitkan dengan dasar-dasar negara kita tidak lagi menghormati pendapat oleh ideologi Pancasila," kata Boy Rafli dalam diskusi daring, Jumat (5/2/2021).
Boy Rafli menuturkan pola pikir atau paham radikalisme memang banyak telah memasuki berbagai kelompok masyarakat. Di antaranya organisasi masyarakat hingga kalangan anak muda.
Baca juga: Kepala BNPT Catat 1.250 WNI Telah Berangkat ke Suriah dan Irak, Begini Nasib Mereka
"Kita tidak ingin ada orang lagi yang berangkat ke Suriah dan kita tidak ingin ada lagi yang tertangkap karena terorisme. Kita tidak ingin ada lagi anak-anak Indonesia yang menjadi pelaku bom bunuh diri," ungkapnya.
Atas dasar itu, kata dia, masyarakat diharapkan bisa lebih mencerna terkait paham-paham yang mengarah ke paham radikalisasi. Boy Rafli tidak mau kasus tindak pidana terorisme terulang kembali terulang.
"Jadi ini rencana aksi adalah memasifkan seluruh elemen masyarakat untuk waspada jangan sampai proses radikalisasi yang terjadi di kehidupan kita ini diterima dengan mata mentah dan kemudian mempengaruhi pola pikir," ungkapnya.
"Jadi masyarakat itu diharapkan resisten terhadap penyebaran paham radikal. Jangan sampai ada orang yang melakukan radikalisasi bahkan dalam proses radikalisasi itu bisa menyalahgunakan agama. Masyarakat kita tidak waspada dan kita ingin ada kesadaran publik dan kita ingin menjadi bagian yang resistensi terhadap hal itu," tutupnya.