PWI: Bapak Presiden, Mohon Agar Insentif Ekonomi untuk Industri Pers Dapat Segera Diwujudkan
Sejumlah media sudah mengambil kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga sejumlah media gulung tikar.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal Sembiring Depari mengatakan krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 telah mengakibatkan industri media kritis.
Sejumlah media sudah mengambil kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga sejumlah media gulung tikar.
“Krisis ekonomi akibat pandemi telah mengakibatkan performance industri media menurun. Ada perusahaan yang terpaksa mem-PHK karyawannya dan tak sedikit media yang gulung tikar,” ujar Atal Depari dalam peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Istana Negara, Selasa, (9/2/2021).
“Tetapi ada yang menyambung hidup dari idealisme pindah ke online sambil belajar beradaptasi,” jelasnya.
Di hadapan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Atal Depari mengatakan, kalau krisis kesehatan dan ekonomi tidak segera berlalu, maka sejumlah media hanya akan mampu bertahan hidup dalam hitungan bulan.
Oleh karena itu, Atal Depari memohon kepada Presiden Jokowi untuk segera merealisasikan insentif ekonomi untuk industri pers nasional.
“Bapak presiden mohon dengan sangat agar insentif ekonomi untuk industri pers nasional yang pernah dijanjikan pemerintah, dapat benar-benar segera diwujudkan,” ucapnya.
Baca juga: Jokowi Ajak Insan Pers Suarakan Optimisme di Tengah Pandemi Covid-19
“Inilah salah satu kesimpulan dari konvensi nasional media massa yang diselenggarakan kemarin,” jelasnya kemudian.
Atal Depari mengatakan masalah lain yang dihadapi pers nasional adalah krisis eksistensi akibat disrupsi digital.
Tekanan disrupsi muncul bersamaan dengan semakin kuatnya penetrasi bisnis perusahaan platform digital di Indonesia dan dunia.
Perkembangan pesat media baru, media sosial, mesin pencari dan situs e-commerce, lanjut dia, semakin mengguncang gaya hidup media konvensional cetak, radio, dan televisi.
“Platform digital semakin mendominasi ranah media, semakin berpengaruh terhadap kehidupan publik pendapatan iklan dan menggeser kedudukan media massa konvensional,” jelasnya.
Dalam konteks ini, kata dia, maka perlu dirumuskan regulasi sebagai aturan main yang lebih transparan, adil dan menjamin kesetaraan antara platform digital dan penerbit media.
Sebelumnya Atal Sembiring Depari mengatakan media massa sedang mengalami krisis akut akibat disrupsi media sosial.
Hal itu disampaikan Atal Depari dalam sambutannya diskusi bertajuk “Regulasi Negara dalam Menjaga Keberlangsungan Media Mainstream di Era Disrupsi Medsos,” Jakarta, Kamis (4/2/2021). Hadir dalam diskusi ini Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Diskusi ini mengawali rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) 2021 dan digelar bekerjasama dengan Kementerian Hukum dan HAM seperti disiarkan dalam Channel Youtube Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Hukum dan HAM RI (PUSDATIN Oke). .
“Media nasional sekarang, ini selain mengalami krisis ekonomi, dia juga mengalami krisis akut akibat disrupsi media sosial,” ujar Atal Depari.
Dia menjelaskan disrupsi digital muncul bersamaan dengan semakin kuatnya penetrasi bisnis media sosial melalui mesin pencari dan situs e-commerce yang memberi guncangan yang dahsyat kepada media konvensional atau media mainstream.
Akibatnya, kata dia, sejumlah media sudah rontok.
“Dan kalau keadaan ekonomi kita masih seperti ini, krisis ini akan berlanjut. Saya tidak membayangkan, apakah masih ada daya kemampuan untuk hidup lebih lama lagi,” ucapnya.
“Salah satu yang bisa kita harapkan untuk menjadi penolong adalah kerja sama kerjasama yang diatur misalnya, dengan Google dengan Facebook. Perlu dirumuskan aturan main yang lebih transparan, adil dan menjamin kesetaraan antara platform digital dan penerbit media,” jelasnya.
Untuk itu kata dia, dibutuhkan regulasi yang memungkinkan mekanisme koeksistensi antara media lama dan baru yang saling membutuhkan.
“Rasanya tidak cukup kita bicara solusinya dengan konvergensi media tapi diperkuat payung hukum yang tegas,” jelasnya.
Mengapa perlu hadir dengan regulasi?
Dia menjelaskan perlunya negara menerbitkan regulasi ini untuk menjaga keberlangsungan media mainstream.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.