Menantu Nurhadi Ngutang Puluhan Miliar ke Bank, Jabatan Sebagai Sekretaris MA Jadi Pertimbangan Bank
Andi Darma dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang perkara dugaan suap atas terdakwa eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Cabang Bank Bukopin Surabaya, Andi Darma dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang perkara dugaan suap atas terdakwa eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, dan menantunya Rezky Herbiyono.
Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (10/2/2021).
Dalam kesaksiannya, Andi Darma mengakui Rezky Herbiyono pernah mengajukan pinjaman ke pihak Bank Bukopin pada periode 2015, dan hingga kini masih terjerat kredit macet.
Andi mengatakan, pengajuan pinjaman itu bisa diberikan bank lantaran Riezky adalah menantu dari Sekretaris MA Nurhadi.
Ia mendapat informasi mengenai Rezky dari Iwan Liman, salah satu nasabah Bank Bukopin, serta dari salah seorang account officer yang memproses pengajuan pinjaman Rezky.
Baca juga: Prabowo Soroti Fadli Zon dan Ali Lubis di Pidato HUT Gerindra? Effendi Ghazali: Bisa ke Siapa Saja
"Saya mendapat informasi dari Iwan Liman, dan dari account officer yang memproses kredit Pak Rezky, bahwa Pak Rezky adalah menantu Bapak. Nah, Bapak sebagai seorang pejabat terpandang," ucap Andi.
Baca juga: Gegara Abu Janda, Istana Tak Tinggal Diam, Anak Buah Presiden Jokowi Bereaksi Soal Buzzer
Kendati begitu, Andi menegaskan bahwa pertimbangan tersebut bukan yang utama. Pihak bank dalam memberi pinjaman tetap melihat aspek utama yakni bisnis. Faktor sosial hanya sebagai faktor pertimbangan tambahan.
"Penilaian persetujuan kredit variabelnya banyak. Salah satunya tadi, tapi utamanya tetap kita lihat aspek bisnis. Faktor sosial sebagai faktor tambahan," lanjut dia.
Dalam persidangan yang sama, terungkap Rezky Herbiyono ternyata terjerat kredit macet di Bank Bukopin puluhan miliar, dengan agunan atau jaminan aset pribadi Nurhadi.
Andi menjelaskan, pinjaman pertama diajukan Rezky pada bulan Januari 2015 dengan maksud sebagai modal kerja sebesar Rp20 miliar.
Rezky memberi jaminan tanah dan bangunan di Surabaya, serta tanah dan bangunan sertifikat rumah di Hang Lekir Jakarta Selatan.
Uang tersebut lunas secara bertahap pada Juni 2017, Rp16 miliar dan Desember 2017 Rp4 miliar.
Sementara pinjaman kedua diajukan pada April 2015 dengan maksud kredit pemilikan rumah (KPR) sebesar Rp38 miliar.
Agunannya adalah tanah bangunan di Patal Senayan. Ada Rp35 miliar tersisa belum lunas.
Selanjutnya pada bulan Agustus 2015 melalui CV Herbiyono Indoperkasa Rezky juga mengajukan pinjaman untuk modal kerja usaha granit dan marker senilai Rp30 miliar.
Pinjaman itu dijamin dengan tanah kebun sawit di Sumatera, dan tanah di Surabaya, dan Patal Senayan.
Sampai sekarang, masih tercatat hutang sebesar Rp30 miliar belum termasuk bunga berjalan.
Dalam perkara ini, Nurhadi bersama menantunya Rezky Herbiyono didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp83 miliar terkait dengan pengaturan sejumlah perkara di lingkungan peradilan.
Untuk suap, Nurhadi dan Rezky menerima uang sebesar Rp 45.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Hiendra sendiri merupakan tersangka KPK dalam kasus yang sama dengan para terdakwa.
Uang Rp45 miliar lebih itu diberikan agar kedua terdakwa mengupayakan pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi dan 26.800 meter persegi.
Nurhadi dan Rezky juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp37.287.000.000.
Nurhadi disebut memerintahkan Rezky untuk menerima uang dari para pihak yang memiliki perkara baik di tingkat pertama, banding, kasasi dan peninjauan kembali secara bertahap sejak 2014-2017.
Atas perbuatannya itu, Nurhadi dan Rezky didakwa dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal 12 B UU Tipikor jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.