Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

4 Fakta Ramai Revisi UU ITE dari Berbagai Parpol : Jangan Terjebak, Kejenuhan hingga Tak Berbelit

Wacana revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mendapat reaksi dari berbagai kalangan

Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in 4 Fakta Ramai Revisi UU ITE dari Berbagai Parpol : Jangan Terjebak, Kejenuhan hingga Tak Berbelit
YouTube Sekretariat Presiden
Presiden Jokowi saat berbincang dengan PM Malaysia di Istana Merdeka pada Jumat (5/2/2021) 

Kedua, Saleh mengatakan revisi harus diarahkan pada pengaturan pengelolaan teknologi informasi, bukan penekanan pada upaya pemidanaan. Berkenaan dengan aturan pidana, sebaiknya diatur di dalam KUHP.

"Kalau persoalan penipuan, penghinaan, penghasutan, adu domba, penyebaran data yang tidak benar, dan lain-lain, cukup diatur di KUHP. Dengan begitu, implementasi UU ITE lebih mudah. Tidak ada tumpang tindih," paparnya. 

3. Christina Golkar

Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 Indonesia per 16 Februari: Tambah 10.029 Kasus Positif, Total Kasus 1.233.959

Artikel lain Tribunnews.com menuliskan, anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Golkar Christina Aryani mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) perlu direvisi apabila UU itu tidak memberikan rasa keadilan.

Menurut Christina, Presiden Jokowi menangkap kegusaran masyarakat yang banyak menggunakan UU ITE untuk saling melaporkan.

Christina pun mengakui menerima banyak masukan dari berbagai Non-Government Organization (NGO) terkait wacana revisi UU ITE tersebut.

"Saya berbicara dalam kapasitas sebagai Anggota Komisi I dan Badan Legislasi sepenuhnya mendukung pernyataan Presiden. Ini memang riil terjadi di masyarakat dan saya mengapresiasi presiden yang menangkap kegusaran masyarakat," kata Christina saat dihubungi Tribunnews, Selasa (16/2/2021).

Berita Rekomendasi

"Banyak masukan ke kami dari NGO dan masyarakat terkait urgensi revisi pasal-pasal karet dalam UU ITE," lanjutnya.

Christina menjelaskan, pernyataan Presiden Jokowi itu sebenarnya meminta agar Kapolri membuat pedoman interpretasi resmi terkait pasal-pasal UU ITE yang berpotensi multitafsir.

Pedoman itu selanjutnya digunakan oleh institusi kepolisian dalam menerima laporan atau menjalankan penyelidikan/penyidikan.

Apabila dalam level peraturan tersebut (peraturan kapolri atau surat edaran kapolri) problem multifasir maupun saling lapor sudah bisa dieliminir maka revisi UU ITE belum diperlukan.

"Namun jika ternyata implementasi di lapangan masih tidak sesuai dengan harapan, maka revisi UU ITE menjadi satu-satunya jalan keluar," ucap Christina.

Lebih lanjut, meski mendukung pernyataan Presiden Jokowi, Christina bersikap rasional jika revisi UU ITE itu terwujud.

Dia mengatakan, proses revisi UU membutuhkan waktu. Prolegnas Prioritas 2021 pun sudah tinggal menunggu pengesahan tingkat dua di level yakni di Rapat Paripurna.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas