Limbah Medis Jadi Sorotan, Doni Monardo Pernah Temukan Kantong Darah HIV dan Jarum Suntik
Doni Monardo menceritakan kegusarannya saat menemukan banyak limbah medis dibuang oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab
Penulis: Dodi Esvandi
Editor: Sanusi
"Saya pernah bertugas di Maluku dan Jabar. Salah satu yang terjadi adalah kerusakan ekosistem terutama di sungai, hampir semua di daerah. Di Jabar khususnya sungai Citarum adalah tempat pembuangan limbah atau sampah raksasa. Citarum salah satu yang tercemar di dunia, dari 10 sungai tercemar di dunia," urainya.
"Sebagai bangsa harusnya kita malu, kenapa kita membiarkan sampah begitu banyak berada di sungai. Bukan hanya Citarum, tapi banyak sungai besar kita yang kasusnya itu sudah sangat mengkhawatirkan. Baik tercemar sedang dan berat," imbuh dia.
Kepala BNPB itu juga menceritakan kegusarannya saat menemukan banyak limbah medis dibuang oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab di sembarang tempat. Bahkan, limbah tersebut juga berasal dari rumah sakit.
"Saya pernah menemukan limbah dari rumah sakit yang bertuliskan kantong darahnya HIV AIDS. Ada pisau bekas operasi, gunting bekas operasi, jarum suntik, dan lainnya, dan itu merusak lingkungan," ungkap Doni.
Menurut Doni, selain di fasilitas kesehatan, sosialisasi dan edukasi juga perlu diberikan kepada masyarakat agar bisa mengelola limbah medis dengan benar. Sebab, jika tidak dikelola dengan baik, maka kerusakan ekosistem jadi ancaman.
"Misal di Teluk Jakarta, LIPI sudah menemukan banyak limbah medis yang berhamburan di Teluk Jakarta. Padahal Teluk Jakarta adalah satu kawasan untuk program budidaya dan program ketahanan pangan, terutama di bidang perikanan. Apa jadinya Teluk Jakarta yang sudah terkena ditambah pencemaran limbah medis? Tentu ini tidak kita harapkan," kata Doni.
Doni berharap pengalaman Indonesia dalam mengelola kerusakan lingkungan juga dapat diadopsi untuk pengelolaan limbah medis, khususnya yang berasal dari rumah tangga.
"Mudah-mudahan pengalaman yang sudah terjadi kita adopsi untuk program limbah medis lewat skala rumah tangga. Perubahan perilaku akan sangat menentukan kesuksesan dalam mengelola limbah medis," ujarnya.
Baca juga: Detik-detik Pembunuhan Penjual Sayur, Jasad Korban Dirudapaksa Pelaku, Terungkap dari Sandal
Baca juga: Irjen Napoleon Dituntut 3 Tahun Penjara, Kuasa Hukum Nilai JPU Abaikan Fakta Persidangan
Sementara itu Sinta Saptarina mengungkapkan, pihaknya terus melakukan pengawasan pengelolaan limbah B3 dengan meminta pemerintah daerah mengelola sesuai peraturan.
"Karena ini ada limbah B3-nya, maka ketika dia dari rumah tangga dikumpulkan pemda, pemda ke langkah berikutnya dengan mekanisme di UU 32/2009 atau PP 101/2014," ucap Sinta.
"Berupa masker, APD, kapas dikemas pada wadah tertutup dan bertuliskan infeksius. Jangan lupa digunting agar tidak digunakan lagi, diangkut, dan dimusnahkan pada fasilitas pengolahan B3. Dan pemda kita mohon berikan info ini ke masyarakatnya," lanjut dia.
Sinta menuturkan, fasilitas pengelolaan limbah B3 ini memang tidak bisa sembarang dibangun dan tetap harus memiliki perizinan.
Jangan sampai ada upaya pengolahan yang tidak berizin dan dikhawatirkan tidak diolah dengan semestinya.
"Jumlah yang masuk ke kami sekitar 7.500 ton limbah medis di Indonesia sejak awal pandemi," kata Sinta.
Sinta kemudian menjelaskan berapa banyak limbah medis yang bisa dimusnahkan per harinya. Sudah ada perbaikan, tetapi masih terpusat di Pulau Jawa.
"Ada 117 fasyankes yang punya izin sehingga legally ada 71,5 ton per hari yang bisa dimusnahkan. Waktu awal 2018 hanya 6,1 ton ditutup semua penumpukan di mana-mana. Alhamdulillah sekarang makin bertambah, jumlah dan kapasitasnya. Jadi perusahaan tambah insinerator. 12 jam bekerja kapasitasnya bisa 300 ribu ton per hari," urainya.