Pemerintah Didesak Tetapkan OPM Sebagai Teroris Karena Melawan Negara dengan Angkat Senjata
Belakangan, aksi penembakan kembali marak dengan korban jiwa dari aparat keamanan.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sepanjang tahun 2020 telah terjadi 46 aksi kekerasan oleh OPM di Papua, 9 orang diantaranya meninggal dunia, terdiri dari 5 warga sipil dan 4 aparat keamanan.
Belakangan, aksi penembakan kembali marak dengan korban jiwa dari aparat keamanan.
Polri menyebut mereka sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Istilah tersebut mendefinisikan masalah keamanan di Papua disebabkan adanya organisasi yang melanggar hukum pidana (kriminal) dengan memiliki dan menggunakan senjata secara ilegal.
Artinya anggota OPM disamakan dengan preman pasar, begal motor, perampok bank, dan penjahat lain yang memakai senjata tajam dan senjata api dalam melakukan aksinya.
Baca juga: Video Detik-detik TNI Baku Tembak dengan KKB Papua
Wakil Ketua DPR Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Azis Syamsuddin mendukung wacana meredefinisi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua. Wacana tersebut meredefinisi KKB Papua sebagai organisasi terorisme internasional.
Wacana tersebut mengacu pada pasal 1 ayat 2 dalam UU Nomor 5 Tahun 2018. Terorisme didefinisikan sebagai perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas. Kemudian, dapat menimbulkan korban yang bersifat massal.
"Karena statusnya akan definitif, dan payung hukumnya pun akan lebih kokoh dari pada status kelompok kriminal biasa," kata Aziz kepada wartawan, Selasa (16/2/2021).
Menurut Aziz, penyelesaian OPM sebaiknya dilakukan komprehensif. Secara taktis-operasional, TNI dan Polri segera menghancurkan dan menetralisasi para penyerang.
Mereka yang tertangkap dipidanakan dengan perbuatan makar. Pemerintah juga perlu mendefinisikan OPM sebagai organisasi teroris sesuai UU Nomor 5/2018 dan UU Nomor 15/2003 tentang Terorisme.
"Dalam kerangka ini, meredefinisi identitas kelompok kriminal bersenjata Papua menjadi kelompok teroris, akan secara otomatis mengunci kemungkinan lahirnya dukungan masyarakat internasional atas gerakan mereka," katanya.
Di samping itu, penetapannya sebagai korporasi teroris akan membantu ikhtiar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sesuai UU Nomor 8/2013 tentang Pendanaan Terorisme.
PPATK dapat bekerja sama dengan badan intelijen finansial luar negeri untuk melacak aliran dana dan pencucian uang terkait terorisme, termasuk pencegahannya
Bagaimanapun, aliran dana adalah oksigen OPM dan sejenisnya, selain publikasi di media massa dan media sosial.
"Pemerintah dan masyarakat dapat membedakan secara definitif antara tuntutan objektif yang murni berasal dari aspirasi masyarakat Papua, dengan gerakan kriminal yang berkedok aspirasi politik masyarakat," ucapnya.