Respons Kejagung Sikapi Putusan PT DKI Pangkas Hukuman Eks Dirkeu Jiwasraya Jadi 20 Tahun Penjara
PT DKI Jakarta memutuskan mengubah vonis mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo dari penjara seumur hidup menjadi hukuman 20 tahun penjara
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan mengubah vonis mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo dari penjara seumur hidup menjadi hukuman 20 tahun penjara, Kamis (25/2/2021).
Menanggapi hal itu, Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan pihaknya masih belum memutuskan apakah akan mengajukan kasasi terkait keputusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta tersebut.
Sebab, pihaknya belum menerima salinan dari putusan tersebut.
Baca juga: PT DKI Pangkas Hukuman Eks Dirkeu Jiwasraya dari Seumur Hidup Jadi 20 Tahun Penjara
"Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat saat ini belum menerima salinan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta," kata Leonard Eben Ezer Simanjuntak saat dikonfirmasi, Kamis (25/2/2021).
Nantinya, Kejaksaan RI akan meneliti terlebih dahulu terkait putusan tersebut.
Setelahnya, pihaknya baru menentukan langkah hukum yang akan diambil selanjutnya.
Baca juga: Korban Dugaan Penipuan Investasi Jiwasraya Minta Dipertemukan Langsung dengan Presiden
Sebagai informasi, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan mengubah vonis mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo dari penjara seumur hidup menjadi 20 tahun penjara.
Hal itu diputuskan pada Kamis (25/2/2021).
"Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan mengubah lamanya pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa. Dengan pidana penjara selama 20 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar. Jika denda tidak dibayar, diganti dengan pidana penjara selama 4 bulan," kutip putusan majelis tinggi sebagaimana dilansir di website PT DKI Jakarta, Kamis (24/2/2021).
Baca juga: Sosok Heru Hidayat, Bos TRAM yang Terlibat Skandal Korupsi Asabri dan Jiwasraya, 20 Kapalnya Disita
Dalam pertimbangannya, Majelis Tinggi menilai hukuman penjara seumur hidup dianggap kurang memenuhi tatanan teori pemidanaan sistem hukum di Indonesia.
Sebab pemidanaan tidak semata-mata merupakan pembalasan dengan konsekuensi keterbatasan ruang dan lingkungan, rasa malu, dan pengekangan bagi si terpidana.
Akan tetapi, pembinaan yang berbasis pada pendidikan moral, intelektual, dan kesadaran hukum karena setiap orang harus dipandang sebagai makhluk Tuhan yang berpotensi bisa diperbaiki, dibina, dan dikembalikan kepada kehidupan bermasyarakat dan bersosial serta diharapkan dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.