Firli: Pejabat yang Pernah Raih Penghargaan Bukan Berarti Tidak Bisa Korupsi
Dengan kasus yang menjerat Nurdin ini tidak menutup kemungkinkan setiap orang yang kerap menerima penghargaan tidak bisa korupsi.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah sebagai tersangka dugaan kasus gratifikasi proyek infrastruktur.
Menanggapi hal ini, Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan, dengan kasus yang menjerat Nurdin ini tidak menutup kemungkinkan setiap orang yang kerap menerima penghargaan tidak bisa korupsi.
Karena menurutnya, korupsi terjadi karena ada kekuasaan serta kesempatan, keserakahan, dan ada kebutuhan.
"Karena korupsi adalah pertemuan antara kekuasaan dan kesempatan, serta minusnya integritas," kata Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Jakarta Selatan, Minggu (28/2/2021).
Sebagai informasi, Nurdin Abdullah merupakan salah satu pejabat yang pernah menerima penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA).
Atas kejadian ini, Firli mengingatkan kepada para pejabat untuk serius dalam mengemban amanah yang telah diberikan serta tetap berkomitmen untuk tidak melakukan korupsi.
"Siapapun yang melakukan pidana korupsi kami (KPK) tidak pernah pandang bulu. karena itu adalah prinsip kerja KPK. siapapun, yang melakukan tindak pidana korupsi, pasti kita mintai pertanggungjawaban sebagaimana ketentuan UU," ungkapnya.
Diketahui, dalam dugaan kasus suap dan gratifikasi untuk proyek dan pembangunan infrastruktur di Sulawesi Selatan, Komisi Antirasuah telah menetapkan tiga tersangka yang terlibat termasuk Nurdin Abdullah.
Baca juga: Nurdin Abdullah: Demi Allah Saya Tidak Tahu Apa-Apa, Saya Ikhlas Menjalani Proses Hukum
Baca juga: Jadi Tersangka, Nurdin Abdullah Sampaikan Permohonan Maaf kepada Masyarakat Sulawesi Selatan
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, Nurdin Abdullah diamankan sebagai penerima uang proyek senilai Rp 2 miliar dari Agung Sucipto yang merupakan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba sekaligus kontraktor.
Lebih lanjut kata Firli, berdasarkan proses penyelidikan, Agung telah lama menjalin komunikasi dengan Nurdin yang dikenalnya melalui rekomendasi dari tersangka Edy Rahmat.
Diketahui Edy Rahmat sendiri merupakan Sekertaris Dinas PUTR Provinsi Sulawesi Selatan sekaligus orang kepercayaan Nurdin Abdullah.
"Dalam beberapa komunikasi tersebut diduga ada tawar menawar fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan dikerjakan oleh Agung di 2021," ungkapnya.
Dalam kasus ini Nurdin Abdullah dan Edy diduga sebagai penerima suap sementara Agung Sucipto diduga sebagai penyuap.
"KPK menetapkan tiga orang tersangka, sebagai penerima NA dan ER, sebagai pemberi AS," ujarnya.
Penetapan tersangka terhadap ketiganya bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) tim penindakan pada Jumat, 26 Februari 2021 hingga Sabtu, 27 Februari 2021 dini hari.