Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PKS Tolak Abu Batu Bara Dihapus dari Kategori Limbah B3

Apalagi jika bahan tersebut dianggap bukan limbah B3. Maka, patut diduga limbah tersebut akan dikelola secara serampangan.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in PKS Tolak Abu Batu Bara Dihapus dari Kategori Limbah B3
Dok: Jaringan KuALA
ilustrasi.Limbah batu bara berserakan di pantai Nagan Raya, Jumat (26/7/2019) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI fraksi PKS Mulyanto, mendesak pemerintah kembali memasukkan abu batu bara sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun atau limbah B3. 

Alasannya, saat masih dikategorikan sebagai limbah B3 saja, pengelolaan FABA (fly ash and bottom ash) ini masih banyak dikeluhkan publik. 

Apalagi jika bahan tersebut dianggap bukan limbah B3. Maka, patut diduga limbah tersebut akan dikelola secara serampangan.

Mulyanto meminta pemerintah berlaku adil dan memperhatikan kepentingan kesehatan dan lingkungan masyarakat luas, jangan kalah pada desakan pengusaha.

"Negara diperintahkan oleh Pembukaan Konstitusi untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta menjalankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak malah untuk membuat keputusan sepihak yang membahayakan kesehatan dan lingkungan masa depan bangsa ini, seperti dihapuskannya abu batubara ini dari kategori sebagai limbah B3," kata Mulyanto kepada wartawan, Jumat (12/3/2021).

Seperti diketahui selama ini pengelolaan limbah abu batu bara sering menimbulkan keluhan masyarakat. 

Pembuangan cairan limbah batu bara yang disalurkan ke laut ditengarai berdampak pada kehidupan nelayan yang sulit mendapatkan ikan.  Mengingat 91 persen PLTU umumnya berada di pesisir.

Baca juga: Pembuangan Limbah Berpotensi Jadi Media Penularan Covid-19

Berita Rekomendasi

Sedangkan limbah abu batu bara yang mengudara dan didemo warga seperti di Cilacap, Marunda, Suralaya, dan tempat-tempat lainnya diduga menyebabkan infeksi saluran pernapasan (ISPA).

"Apatah lagi bila FABA ini tidak dikategorikan sebagai limbah B3. Maka dapat dipastikan aspek kehati-hatian dalam pengelolaan (transportasi, handling, treatment dan disposal) FABA akan semakin kendor," ujarnya.

"Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan), harus bisa menjelaskan soal ini kepada publik secara terang-benderang.  Apa dasar riset kesehatan lingkungan yang telah dilakukan, sehingga secara ilmiah terbukti bahwa abu batubara bukanlah limbah yang berbahaya dan beracun?  Karenanya bisa dicabut dari kategori B3," lanjutnya.

Mulyanto menambahkan, otoritas lingkungan hidup, sebagai garda terdepan yang dipercaya masyarakat sebagai penjaga kesehatan lingkungan publik, jangan mau didikte oleh para pengusaha dengan mengorbankan kesehatan publik. 

Karena dari berbagai riset, termasuk yang dilakukan badan Litbang Kementerian ESDM, dalam limbah batubara banyak mengandung logam berat seperti tembaga, arsenik, kromium, merkuri, timbal, dan lain-lain tergantung jenis batu baranya.  

Zat-zat yang bersifat racun dalam abu batu bara ini diperkirakan tidak hanya mencemari tanah, udara dan air setempat, tetapi juga akan menyebabkan kerusakan pada kesehatan manusia melalui rantai makanan.  

Mulyanto menanyakan, mana prinsip kehati-hatian (prudensial), yang biasanya dianut oleh otoritas lingkungan hidup.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas