PKS Tolak Abu Batu Bara Dihapus dari Kategori Limbah B3
Apalagi jika bahan tersebut dianggap bukan limbah B3. Maka, patut diduga limbah tersebut akan dikelola secara serampangan.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
"Meski diketahui, bahwa limbah abu batubara bermanfaat untuk berbagai keperluan, karena dapat diolah menjadi berbagai produk batako, konkret penahan ombak, tanah urugan, dll, namun tidak berarti dampak kesehatan lingkungan dari limbah dengan volume raksasa tersebut dapat diabaikan," kata Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.
Seperti diketahui, berdasarkan data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementrian ESDM pada tahun 2018, proyeksi kebutuhan batu bara hingga tahun 2027 mencapai sebesar 162 juta ton.
Prediksi potensi FABA yang dihasilkan, dengan asumsi 10 persen dari pemakaian batubara, adalah sebesar 16,2 juta ton. Jumlah yang sangat besar.
Di sisi lain, Mulyanto menambahkan, bahwa strategi ketenagalistrikan nasional ke depan dengan memperhatikan cadangan energi dan kesehatan lingkungan adalah dengan mengejar ketertinggalan bauran dari sumber energi baru-terbarukan (EBT) dan akan terus-menerus mengurangi listrik dari sumber energi fosil termasuk PLTU ini.
Namun pada praktiknya di lapangan pemerintah tidak konsisten. Penambahan pembangkit listrik sebesar 35.000 MW justru masih didominasi oleh PLTU bukan oleh EBT.
"Ketika negara-negara lain ramai mengurangi PLTU dan beralih ke EBT kita malah menggenjot PLTU. Ditambah lagi dengan perubahan kategori limbah abu batubara yang tidak lagi sebagai limbah B3, maka artinya kita bukannya sedang “ngerem” energi fosil tadi justru sedang ngegas. Ini kan tidak konsisten," pungkanya.