Adanya Impor Beras Bisa Buktikan Kuatnya Mafia Pangan Mempengaruhi Kebijakan Pemerintah
Jika saat ini impor beras dipaksakan, maka kecurigaan masyarakat bahwa masih kuatnya mafia pangan mempengaruhi kebijakan pemerintah sulit dibantah
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PKS, Amin Ak mempertanyakan rencana impor 1 juta ton beras yang dilakukan pemerintah.
Amin menjelaskan, berdasarkan data produksi proyeksi stok beras nasional, tidak ada urgensinya sama sekali, bahkan merugikan pelaku usaha pertanian dalam negeri.
Jika saat ini impor beras dipaksakan, maka kecurigaan masyarakat bahwa masih kuatnya mafia pangan mempengaruhi kebijakan pemerintah sulit dibantah.
Menurut Amin, saat ini waktu yang tepat bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membuktikan janjinya memberantas mafia pangan dan para pemburu rente ekonomi yang merugikan rakyat.
Baca juga: Komisi IV DPR: Pemerintah Harus Kaji Ulang Rencana Impor 1 Juta Ton Beras
"Dugaan adanya praktik berburu rente oleh rent seeker didasarkan pada adanya selisih harga beras di pasar dalam negeri dan internasional begitu tinggi yaitu sekitar Rp 2.400 per kilogram. Dengan jumlah impor beras mencapai 1 juta ton, maka nilai marginnya mencapai Rp 2,4 triliun," kata Amin kepada wartawan, Minggu (14/3/2021).
Menurut Amin, setiap tahunnya kebijakan impor beras dilakukan pemerintah di saat panen raya.
Hal ini sangat merugikan petani karena memaksa harga beras petani turun dibawah biaya produksi mereka.
Jika petani terus diganggu dan dibikin rugi seperti itu, maka akan makin banyak petani yang alih profesi dan menjual lahannya. Jika kondisi ini terus terjadi, maka mimpi kemandirian pangan maupun swasembada pangan tidak akan pernah terwujud.
Baca juga: Solusi Sultan B Najamudin Untuk Pemerintah Tekan Laju Import Beras
“Saya tantang Pak Jokowi untuk membuktikan janjinya memberantas mafia pangan di negeri ini. Mafia adalah penyebab ekonomi biaya tinggi. Mereka mengendalikan rantai distribusi pangan bahkan masuk ke sistem pemerintahan dan mengatur kebijakan,” tegas Amin.
Lebih lanjut, Amin mengatakan, keputusan pemerintah merencanakan impor tidak sesuai fakta dan data di lapangan. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras tahun 2020 mencapai 31,33 juta ton.
Angka tersebut lebih tinggi dibanding tahun 2019 yang mencapai 31,31 juta ton.
Dengan konsumsi rata-rata per kapita sebanyak 111,58 kg per tahun, Indonesia yang berpenduduk 270 juta jiwa membutuhkan sekitar 30 juta ton per tahun, atau 2,5 juta ton per bulan.
Dengan kondisi iklim pada akhir2020 hingga awal2021 ini yang sangat kondusif, sehingga produksi padi tahun 2021 diproyeksikan naik 4,86 persen dibanding 2020.
Dari data-data tersebut, maka stok beras nasional pada akhir 2020 mencapai 6,74 juta ton. Dengan proyeksi produksi Januari – Maret 2021 sebesar 8,26 juta, maka menjelang Ramadhan ini, stok beras nasional mencapai 15,01 juta.
Dengan kebutuhan beras triwulan pertama 2021 yang mencapai 7,48 juta, maka per Maret 2021 ada cadangan beras sebesar 7,5 juta Ton.
"Pertanyaannya, untuk siapa sebenarnya beras impor tersebut? Karena sesunggunya kebutuhan masyarakat sudah bisa dipenuhi dari produksi petani Indonesia sendiri. Lalu buat apa gembar gembor kita harus benci produk impor itu," pungkas Amin.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.