Meski Surplus Arus Kas, Ternyata BPJS Kesehatan Masih Defisit Rp6,36 Triliun
Ali menjelaskan ada surplus sebanyak Rp18,74 triliun di arus kas. Hanya saja BPJS juga masih memiliki total kewajiban yang harus dibayar sebesar Rp25T
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama (Dirut) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan pihaknya diperkirakan masih memiliki defisit Rp6,36 triliun untuk kondisi keuangan menyeluruh, meski terdapat surplus arus kas.
"Sekarang aset netto per 31 Desember 2020 dana jaminan sosial kesehatan masih minus Rp6,36 triliun. Jadi kalau arus kas uangnya yang ada sekitar Rp18,74 triliun tapi ini belum membayar kewajiban seperti IBNR," ujar Ali Ghufron, dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Rabu (17/3/2021).
Baca juga: BPJS Kesehatan Gandeng Kejati DKI Jakarta Wujudkan Clean Governance Program JKN-KIS
Ali menjelaskan ada surplus sebanyak Rp18,74 triliun di arus kas. Hanya saja BPJS juga masih memiliki total kewajiban yang harus dibayar sebesar Rp25,15 triliun.
Jumlah itu disebut terdiri dari incurred but not reported (IBNR), klaim dalam proses verifikasi atau outstanding claim (OSC), dan Utang atau klaim dalam proses bayar.
Dengan demikian, Ali menegaskan BPJS Kesehatan masih defisit Rp6,36 triliun.
"Seharusnya dalam kondisi normal atau aman, harus punya aset neto Rp13,93 triliun," kata Ali.
Menurutnya, kondisi keuangan BPJS Kesehatan dapat dikatakan aman apabila memiliki minimal kecukupan estimasi pembayaran klaim selama satu setengah bulan ke depan.
Baca juga: “BPJS Kesehatan Mendengar” Banjir Masukan dari Fasilitas Kesehatan dan Asosiasi Profesi
Hal itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan.
"Kondisi keuangan dana jaminan sosial kesehatan bisa dikatakan aman jika memiliki aset yang mencukupi estimasi pembayaran klaim satu setengah bulan ke depan atau sekitar Rp13,93 triliun," kata dia.
Lebih lanjut Ali Ghufron menegaskan hal ini bisa terjadi karena adanya gagal bayar pada 2019 hingga sebesar Rp15,508 triliun.
Hal itu berlanjut pada Januari-Juni 2020 yang masih terjadi gagal bayar. Namun gagal bayar tidak terjadi selepas bulan Juli 2020.
"Tahun-tahun sebelumnya memang terjadi gagal bayar di BPJS Kesehatan artinya sudah waktunya rumah sakit itu klaim dan sudah beres klaimnya itu kita belum bisa bayar jadi gagal bayar," tandasnya.