Pemerintah Sudah Dengar Masukan 45 Narasumber Terkait Perlu Tidaknya Revisi UU ITE
Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dibentuk Kemenko Polhukam telah mendengar masukan dari 45 narasumber.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dibentuk Kemenko Polhukam telah mendengar masukan dari 45 narasumber terkait perlu tidaknya revisi undang-undang tersebut.
Deputi 3 Kemenko Polhukam sekaligus Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo menjelaskan total 45 narasumber tersebut di antaranya 16 narasumber dari kelompok terlapor dan pelapor.
Selain itu, pihaknya juga telah mendengar masukan dari 16 narasumber dari kelompok aktifis, masyarakat sipil, dan praktisi media.
Baca juga: Komnas Perempuan Nilai Revisi UU ITE Kebutuhan Genting
Lima orang lainnya, kata Sugeng, merupakan perwakilan kelompok asosiasi media dan LBH Pers.
Kemudian tim juga telah mendengar masukan dari delapan narasumber dari kelompok akademisi.
"Masing-masing dari akademisi baik itu dari ahli hukum pidana, cyber law, dan sosiolog juga ada," kata Sugeng dalam keterangan video Tim Humas Kemenko Polhukam, Rabu (17/3/2021).
Mereka di antaranya Marcus Priyo Gunarto (Pakar Hukum Pidana UGM), Indriyanto Seno Adji (Pakar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana), Edmon Makarim (Dekan Fakultas Hukum UI), dan Jamal Wiwoho (Rektor UNS).
Baca juga: Pendapat Pendiri Drone Emprit Ismal Fahmi tentang Rencana Revisi UU ITE
Selain itu, hadir pula Imam Prasodjo (Sosiolog Universitas Indonesia), Mudzakir (Pakar Hukum PIdana UII), Sigid Susesno (Pakar Cyber Crime Universitas Padjajaran), dan Teuku Nasrullah (Pakar Hukum Pidana UI).
Sugeng mengatakan dalam diskusi tersebut para narasumber banyak menyinggung terkait urgensi dari pasal-pasal yang menurut mereka menjadi pasal yang multi tafsir atau karet.
"Pada dasarnya pasal-pasal yang dipersoalkan adalah pasal-pasal yang memang diatur di dalam KUHP atau tindak pidana di luar KUHP, misalnya mulai dari pasal 27 ayat 1 sampai dengan ayat 4 kemudian Pasal 28 dan Pasal 29. Ini yang menjadi bahan diskusinya," kata Sugeng.
Menurut Sugeng banyak usulan para narasumber yang menarik untuk didiskusikan lebih lanjut.
Misalnya, kata dia, ada saran agar pasal-pasal yang diatur dalam KUHP cukup ditarik dan dimasukan di dalam UU ITE kemudian diperberat ancaman pidananya.
Selain itu, kata dia, ada juga usulan untuk memformulasi ulang pasal-pasal tersebut dengan menggunakan sarana IT.
Baca juga: Menkumham Sebut Pemerintah Masih Lakukan Public Hearing Terkait Revisi UU ITE
Menurut Sugeng yang tidak kalah penting adalah tentang ketentuan di pasal 36, di mana apabila terjadi pelanggaran di pasal-pasal sebelumnya dan menimbulkan kerugian maka diancam hingga 12 tahun.
"Padahal di dalam UU ITE sendiri tidak pernah disebutkan itu kerugian apa, sedangkan di dalam domain hukum pidana apabila kita bilang ada kerugian, maka kerugian itu sifatnya hanya materil, bukan immateril. Nah ini tidak ada batasan. Di dalam pasalnya maupun dibagian penjelasan," kata Sugeng.
Sugeng mengatakan masukan-masukan yang telah diberikan dari narasumber akan sangat bermanfaat bagi tim di dalam penyusunan laporan akhir.
"Saya berharap tim bisa bekerja sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama. Sehingga surat keputusan atau yang ditujukan kepada tim bisa selesaikan satu bulan lebih cepat dari target yang sebelumnya disebutkan," kata Sugeng.