Polemik Vaksin AstraZeneca, Ma'ruf Amin: yang Dipersoalkan itu Seharusnya Boleh atau Tidak Boleh
Ma'ruf mengatakan meskipun AstraZeneca tidak halal, MUI tetap memperbolehkan. Apalagi isu terdapat kandungan tripsin babi, ternyata tidak benar.
Penulis: Reza Deni
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyikapi soal polemik vaksin AstraZeneca yang menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dilabeli haram tetapi diperbolehkan penggunaannya karena alasan darurat.
Menurut Ma'ruf, halal maupun tidak halal bukan persoalan sekarang.
"Saya kira yang sekarang dipersoalkan itu seharusnya boleh atau tidak boleh, bukan pada halal atau tidak halal," kata Ma'ruf usai meninjau vaksinasi di kantor Gubernur Lampung, Senin (22/3/2021).
Ma'ruf mengatakan meskipun AstraZeneca tidak halal, MUI tetap memperbolehkan.
"Apalagi kalau itu memang halal, tentu menjadi lebih boleh, itu bukan problem menurut saya, karena memang walaupun tidak halal tapi sudah boleh," tambahnya.
Terlebih, dikatakan Wapres soal ada penjelasan bahwa isunya terdapat kandungan tripsin babi, Ma'ruf mengatakan ternyata tidak benar.
"Kalau ada penjelasan memang itu misalnya tidak mengandung unsur babi artinya bolehnya menjadi lebih boleh, sehingga tidak menjadi persoalan tentang kebolehan," ujarnya.
Bantah Mengandung Tripsin Babi
Sebelumnya, perusahaan biofarmasi global yang menciptakan vaksin Covid-19 AstraZeneca merespon kabar yang beredar terkait adanya kandungan tripsin babi dalam vaksin tersebut.
Berdasarkan rilis yang diterima Tribunnews.com, Minggu (21/3/2021), pihak AstraZeneca menjamin, vaksin yang turut diproduksi oleh Universitas Oxford ini tidak mengandung unsur hewani.
Hal tersebut kata pihaknya telah dikonfirmasi oleh Badan Otoritas Produk Obat dan Kesehatan Inggris.
"Semua tahapan proses produksinya, vaksin vektor virus ini tidak menggunakan dan bersentuhan dengan produk turunan babi atau produk hewani lainnya," jelasnya.
Lebih lanjut, pihaknya juga meyakini hal tersebut yang didasari oleh persetujuan dari 70 negara di dunia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.