Kepala KSP Moeldoko: Vaksin Bukan Lagi Persoalan Obat, Tapi Geopolitik dan Geostrategi
Kepala Kantor Staf Pesiden Moeldoko menilai saat ini vaksin bukan lagi persoalan obat melainkan sudah menjadi persoalan geopolitik dan geostrategi.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Kantor Staf Pesiden (KSP) Moeldoko menilai saat ini vaksin bukan lagi persoalan obat melainkan sudah menjadi persoalan geopolitik dan geostrategi.
Menurutnya saat ini, meski memiliki uang, tidak semua negara bisa membeli vaksin tersebut.
Moeldoko mengatakan hal tersebut ketika menjawab pertanyaan peserta acara bertajuk Satu Jam Bersama Moeldoko secara virtual pada Selasa (23/3/2021) tentang mengapa Indonoseia memilih vaksin Sinovac meskipun ada vaksin lainnya.
"Karena Sinovac itu paling pertama dan ini hebatnya Pak Jokowi. Orang lain masih bingung mencari vaksin. Semuanya masih berpikir, Presiden Jokowi sudah berpikir menentukan vaksin. Vaksin sekarang ini bukan lagi persoalan obat tapi persoalan geopolitik dan geostrategi. Jadi siapa yang kuat, siapa yang menguasai. Belum tentu kita punya duit kita bisa membeli," kata Moeldoko yang juga Panglima TNI.
Baca juga: Moeldoko Terima Curhat Diaspora Indonesia di AS
Baca juga: Dalam Webinar Amerika Bersatu, Moeldoko Diperkenalkan Sebagai Ketum Terpilih Partai Demokrat
Moeldoko menjelaskan sejumlah pertimbangan yang diambil pemerintah ketika memilih vaksin Sinovac untuk didistribusikan kepada masyarakat.
Pertama, kata Moeldoko, vaksin Sinovac yang lebih dulu membuka diri untuk melakukan uji klinis ketiga di Indonesia.
Uji klinis itu pun, kata Moeldoko, dilakukan oleh orang Indonesia, dengan kondisi yang ada di Indonesia.
Oleh karena itu, kata Moeldoko, vaksin tersebut dinilai lebih valid.
Pertimbangan kedua, kata dia, adalah pertimbangan perlakuan.
Perlakuan vaksin Sinovac, kata dia, jauh lebih mudah dibandingkan dengan yang lain.
"Karena cold chain-nya lebih mudah antara 2 sampai 8 derajat sedangkan cold chain vaksin yang lain itu cukup menyulitkan. Apalagi kita dalam posisi negara kepulauan. Distribusi tidak mudah. Apalagi nanti harus dibarengi oleh cool box yang mahal harganya dan itu akan semakin sulit dan tidak efisien," kata Moeldoko.
Namun, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak, maka kebutuhan akan vaksin juga menjadi tinggi karena setiap orang harus disuntii vaksin sebanyak dua kali.
Untuk itu, kata Moeldoko, pemerintah saat ini tengah menyiapkan alternatif vaksin lainnya di antaranya AstraZeneca, dan Pfizer.
"Dan harapan kita juga nanti vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara itu juga bisa digunakan," kata Moeldoko.