Tabung LPG Pertamina Mendarat di Perbatasan RI, Harganya Lebih Murah dari Malaysia
Mengatasi kelangkaan gas LPG di wilayah perbatasan itu adalah bukti kehadiran negara ketika dibutuhkan dan daerah perbatasan tidak diabaikan.
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Respons Pertamina mengatasi kelangkaan tabung gas LPG di wilayah Krayan, Kalimantan Utara mendapat apresiasi dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Sitorus menilai cepatnya respons Pertamina mengatasi kelangkaan gas LPG di wilayah perbatasan itu adalah bukti kehadiran negara ketika dibutuhkan dan daerah perbatasan tidak diabaikan.
Deddy juga menilai respons cepat Pertamina sesuai dengan keinginan Presiden Joko Widodo.
“Hanya dalam waktu tidak sampai dua pekan, Pertamina langsung merespons permintaan masyarakat untuk menyediakan LPG bagi rakyat di perbatasan, ini luar biasa,” ujar Deddy, dalam keterangannya, Senin (22/3/2021).
Baca juga: Pertamina Disarankan Investasi SDM dan Teknologi Agar Kinerja Blok Rokan Terjaga
Wakil rakyat dari daerah pemilihan Kalimantan Utara itu menyampaikan, dataran tinggi Krayan terdiri dari lima kecamatan yang berbatasan langsung dengan negeri jiran Malaysia.
Daerah itu terisolir sebab tidak ada jalan darat dan laut atau sungai sehingga kebutuhan masyarakat di wilayah itu dipenuhi oleh negara tetangga.
Akan tetapi sejak pandemi Covid-19, Malaysia menutup perbatasannya sehingga menyebabkan langka dan melonjaknya harga barang kebutuhan masyarakat di wilayah itu.
Deddy menjelaskan bahwa saat reses bulan Februari 2021, dirinya mendapatkan informasi bahwa harga gas LPG 12 kilogram di wilayah Krayan mencapai Rp 1.400.000.
Baca juga: Ada Isu Kelangkaan, Pertamina Pastikan Stok LPG 3 Kg di Wilayah Lampung Terkendali
Kondisi ini sudah berjalan satu tahun dan sangat memberatkan masyarakat hingga banyak yang kembali menggunakan kayu sebagai bahan bakar.
“Masalah ini lalu saya komunikasikan kepada Dirut Pertamina dan memohon agar ada perhatian terhadap daerah terluar yang baru tahun lalu dikunjungi Presiden itu. Untunglah permohonan itu direspons dengan sangat cepat oleh Pertamina,” kata Deddy.
Pertamina lalu mengontrak Pelita Air Service untuk mengirimkan gas LPG secara rutin ke Krayan, dimulai pada 9 Maret 2021.
Menurut Deddy, Pertamina berkomitmen mengirimkan 1.000 tabung LPG 12 kilogram non subsidi (NPSO) per bulan, dengan total biaya pengiriman mencapai Rp10.000.0000.000 hingga Desember 2021.
Adapun harga jual yang ditetapkan adalah sebesar Rp400.000 untuk tabung baru 12 kilogram dengan harga isi ulang tidak lebih dari Rp200.000/12 kilogram.
“Ini harga yang sama dengan harga di daerah lain dan bahkan lebih murah dari harga di Malaysia yang mencapai Rp1.000.000 untuk tabung baru dan mencapai Rp400.000 untuk isi ulang,” ujar Deddy.
Menurut anggota Fraksi PDI Perjuangan tersebut, apa yang dilakukan Pertamina sangat luar biasa karena mengirimkan tabung gas menggunakan pesawat terbang itu sangat rumit, serta risiko dan biayanya sangat tinggi.
“Mungkin di Indonesia atau bahkan di dunia, ini adalah pertama kalinya distribusi gas LPG masyarakat dilakukan melalui udara,” tandas Deddy.
“Karena itu saya dan masyarakat Krayan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pertamina dan Kementerian BUMN, komitmen mereka untuk negara dan masyarakat sangat luar biasa,” sambungnya.
Deddy berharap Menteri BUMN mendorong BUMN lain untuk berkontribusi meringankan beban masyarakat di daerah perbatasan.
Selain itu, jumlah tabung gas yang dikirim juga diharapkan diperbanyak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dan juga mengirimkan tabung gas 5 kilogram sehingga jumlah keluarga yang mendapatkan bisa lebih banyak dan harganya lebih terjangkau.
Lebih jauh lagi, Deddy berharap agar Kementerian Perdagangan RI dan Kementerian Sosial juga turun tangan membantu meringankan beban warga di daerah perbatasan.
Tidak hanya di Krayan, tetapi wilayah lain di perbatasan seperti wilayah Long Nawang (Kabupaten Malinau) dan Lumbis (Kabupaten Nunukan) yang selama ini sangat tergantung pada pasokan dari negara jiran.
Demikian juga Kementerian ESDM diharapkan segera memberi perhatian dengan mencabut status daerah perbatasan sebagai wilayah Non Konversi sehingga masyarakat juga bisa mendapatkan LPG ber-subsidi di masa yang akan datang.
“Kami di DPR juga berharap agar Kementerian Luar Negeri segera melakukan pendekatan kepada Malaysia untuk membuka perdagangan barang tertentu di perbatasannya. Tidak saja untuk kebutuhan penyediaan sembako bagi rakyat, tetapi kebutuhan-kebutuhan lain yang mendesak,” ujar Deddy.
“Saat ini pemerintah sedang membangun 4 buah Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di sana, tetapi prosesnya menjadi sedikit terhambat karena harga proyek yang melesat di luar perkiraan anggaran. Kami sangat berharap agar semua kementerian terkait bisa bersinergi menyelesaikan masalah ini,” tutup Deddy.