Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisi III DPR Dorong Polri Beri Penjelasan Soal Telegram Larangan Media Siarkan Arogansi Polisi

Ketua Komisi III DPR, Herman Herry mendorong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan penjelasan lebih lanjut terkait surat telegram Polri

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Komisi III DPR Dorong Polri Beri Penjelasan Soal Telegram Larangan Media Siarkan Arogansi Polisi
screenshot
Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi III DPR, Herman Herry mendorong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan penjelasan lebih lanjut terkait surat telegram Polri bernomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021.

Diketahui telegram tersebut mengatur pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan yang dilakukan polisi dan/atau kejahatan dalam program siaran.

Menurutnya, penjelasan terkait telegram tersebut penting agar tidak menimbulkan persepsi salah di tengah publik.

Meski telegram itu bersifat internal, menurutnya, ada anggapan bahwa larangan pada poin 1 TR tersebut berlaku untuk media massa nasional dan daerah.

Baca juga: Kapolri Cabut Surat Telegram Terkait Larangan Penyiaran Konten Terkait Kekerasan Anggota Polri

"Jika memang himbauan itu ditujukan pada media internal kepolisian, hal ini yang mesti dijelaskan agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi di publik," kata Herman, kepada wartawan, Jakarta, Selasa (6/4/2021).

Komisi III DPR, kata Herman, tentu akan mengawasi dengan seksama dan akan menjadi bahan dalam melakukan Rapat Kerja Pengawasan dengan Kapolri ke depan.

Berita Rekomendasi

"Tentunya kepada masyarakat agar bersama-sama memantau implementasi TR ini," katanya.

Baca juga: BREAKING NEWS: Kapolri Cabut Telegram yang Larang Media Tampilkan Arogansi Polisi

Selain poin pertama yang masih membutuhkan penjelasan lebih lanjut, kata Herman, perlu juga diberikan apresiasi terhadap beberapa hal di dalam TR tersebut.

Misalnya, tidak menayangkan reka ulang kejahatan, termasuk kejahatan seksual, menyamarkan identitas dan wajah korban kejahatan seksual, menyamarkan wajah pelaku dan korban kejahatan seksual yang masih di bawah umur, hingga tidak menayangkan reka ulang bunuh diri maupun tawuran.

"Saya menilai implementasi dari hal-hal tersebut akan berdampak positif bagi publik," ucap Herman.

Baca juga: Kapolri: Paskah 2021 Aman, 60 Terduga Teroris Ditangkap, Benda Mencurigakan di Gereja GPIB Efftha

Kata Herman, sebagai negara demokrasi tentunya keterbukaan informasi merupakan hal yang fundamental bagi seluruh masyarakat.

Di mana, media juga merupakan mitra kerja bagi kepolisian dalam menyampaikan pesan positif kepada publik.

"Hanya, memang perlu diingat bahwa UU Keterbukaan Informasi Publik juga membatasi keterbukaan informasi, khususnya yang berhubungan dengan penyidikan dan penyeledikan yang dilakukan aparat penegak hukum," kata Herman.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas