Penyebab Jawa Barat 14 Tahun Berturut-turut Rangking 1 Pelanggaran Kebebasan Beragama
Jawa Barat menempati posisi pertama sebagai tempat terjadinya pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan selama 14 tahun berturut-turut.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
Faktor kedua adalah politisasi agama.
Menurut Halili, harus diakui dalam setiap perhelatan politik elektoral baik di tingkat lokal maupun nasional Jawa Barat menjadi satu tdi antara empat yang paling kental dengan politisasi agama.
Ia juga menilai ada faktor ketidakmatangan perspektif kebhinekaan di kalangan politisi di Jawa Barat.
Dalam Pilkada DKI pada 2016, kata dia, banyak aktor-aktornya politik yang dipasok dari Jawa Barat ke DKI Jakarta untuk mempertegas politisasi identitas.
Baca juga: SETARA Institute: Penindakan Terukur dan Akuntabel Terhadap Teroris Dibenarkan
Politisasi identitas keagamaan tersebut, kata dia, kemudian dijadikan instrumen untuk mendapat insentif elektoral.
"Dalam Pilkada serentak misalnya peristiwa politisasi agama itu paling banyak di samping Sumatera Utara. Jadi hanya di dua daerah itu yang paling kuat dan tidak ada di daerah lain," kata dia.
Faktor ketiga, kata dia, adalah faktor sejarah.
Menurutnya ekspresi formalisme keagamaan, ke-Islaman terkait NII dan Kartosuwiryo menjadikan Jawa Barat sebagai pusatnya. Namun demikian, kata dia, faktor historis bukan menjadi faktor dominan.
"Dan narasi itu hampir dikatakan hari ini tidak berkembang di daerah lain," kata dia.
Faktor keempat yakni konservatisme ke-Islaman.
"Jadi kelompok-kelompok puritan itu banyak. Di Ciamis, Banjar, Cianjur, itu luar biasa. Kasus-masus Ahmadiyah itu kan kayak di Kuningan itu kan di Jawa Barat. Termasuk di Kabupaten Bekasi itu kan juga termasuk. Jadi problematik memang Jawa Barat," kata dia.
Baca juga: Reaksi Wali Kota Rahmat Effendi Soal Penipuan Mantan Pemain Timnas Sepakbola Sekaligus Anak Buahnya
Secara keseluruhan dari sisi waktu, peristiwa pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan mengalami fluktuasi di setiap bulannya sepanjang tahun 2020 dengan angka peristiwa yang tertinggi dan drastis terjadi pada bulan Februari 2020.
Pada bulan Januari (21), Februari (32), Maret (9), April (12), Mei (22), Juni (10), Juli (12), Agustus (13), September (16), Oktober (15), November (10), dan Desember (8).
Kemudian mengacu pada detail peristiwa yang dicatat, tren pelarangan perayaan Hari Kasih Sayang (Valentine’s Day) di sejumlah daerah menjadi pemicu meningkatnya intoleransi.