Stafsus BPIP: Anak Muda Bisa Menjadi Pemutus Mata Rantai Radikalisme
Romo Antonius menilai radikalisme mudah terpapar dan berkembang pesat kepada orang-orang yang merasa sendirian.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Antonius Benny Susetyo mengakui kekuatan anak muda sangat penting bagi pemasyarakatan dan revitalisasi nilai-nilai Pancasila.
Hal tersebut sebagai upaya untuk memutus mata rantai dan melawan tindakan intoleransi, radikalisme dan terorisme.
"Dalam melawan intoleransi, radikalisme dan terorisme, diperlukan kekuatan dari anak muda untuk menjadi pemutus rantai," ucapnya dalam keterangan pers yang diterima Tribunnews.com, Senin (12/4/2021).
Ia juga mengajak peserta untuk selalu bergotong royong menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dalam berbangsa dan bernegara.
Baca juga: BPIP Libatkan 120 Ahli Bikin 15 Buku Ajar Pancasila Untuk Murid PAUD Hingga Mahasiswa
"Mari tunjukkan kepada dunia kita memiliki Pancasila, mari membangun kebersamaan dengan dasar Bhinneka Tunggal Ika," serunya.
Dirinya juga menilai radikalisme mudah terpapar dan berkembang pesat kepada orang-orang yang merasa sendirian.
"Budaya kematian, adalah budaya takut hidup dan menghadapi kenyataan dan kekecewaan serta kesepian," jelasnya.
"Dan mereka disasar dengan menggunakan dunia maya. Chatting, kontak personal, para agen meyakinkan mereka," sambungnya.
Baca juga: Stafsus BPIP: Budaya Sebagai Simbol Gotong Royong dalam Berbangsa dan Bernegara
Padahal pengamalan Pancasila harus berasal dari nilai ketuhanan, yang merupakan sumber dari nilai-nilai yang lain. Pengamalan ini pun tercermin dalam bagaimana orang bertindak dalam kehidupan sehari-hari.
"Orang yang bertuhan tidak menghancurkan karakter manusia. Menurut Hatta, orang bertuhan menyadari kedaulatan Tuhan diatas segala-galanya," tegasnya.
Ideologi kematian sudah menjadi ancaman kita bersama, sehingga tidak boleh dibiarkan terutama anak-anak muda yang sangat rentan menjadi sasaran tindaka-tindakan tidak beradab itu.
"Tugas anda adalah menjadi pemutus kata, bukan penggiat kata. Anda mengkoreksi, menjadi lebih aktif di sosmed untuk mengawasi paham radikalisme, dan memutuskannya," ujarnya.