Barang Bukti Dibawa Kabur Pakai Truk, Penggeledahan KPK ke Kantor Jhonlin Tak Temukan Apa-apa
Dalam penggeledahan itu KPK menerjunkan tim ke 2 lokasi di Kalimantan Selatan.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal mengamankan barang bukti saat melakukan penggeledahan di kantor PT Jhonlin Baratama, Kalimantan Selatan, Jumat (9/4/2021) lalu.
Diduga ada upaya penghilangan barang bukti (barbuk) sebelum tim penyidik melakukan penggeledahan di dua lokasi di Kalimantan Selatan (Kalsel) itu.
Penggeledahan itu dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait dengan pemeriksaan perpajakan Tahun 2016 dan 2017 pada Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.
Dalam penggeledahan itu KPK menerjunkan tim ke 2 lokasi di Kalimantan Selatan.
Namun upaya penggeledahan itu tak mendapatkan hasil apa-apa lantaran sejumlah dokumen yang merupakan barang bukti kasus suap itu diduga sudah dibawa kabur dengan menggunakan truk sebelum penyidik tiba.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri mengungkapkan, penyidik sempat menerima informasi terkait keberadaan barang bukti kasus dugaan suap pajak di Kalimantan Selatan itu.
Baca juga: KPK: Dokumen Kasus Suap Pajak di Kantor PT Jhonlin Baratama Dibawa Kabur Truk
Ali menuturkan, barang bukti tersebut disimpan di truk yang berada di sebuah lokasi di Kecamatan Hampang, Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan.
"Benar tim penyidik KPK mendapatkan informasi dari masyarakat adanya mobil truk di sebuah lokasi di Kecamatan Hampang, Kabupaten Kotabaru, Kalsel yang diduga menyimpan berbagai dokumen terkait perkara yang sedang dilakukan penyidikan tersebut," kata Ali dalam pesan tertulis, Senin (12/4/2021).
Baca juga: Diduga Informasinya Bocor, KPK Gagal Temukan Bukti di Kantor Jhonlin Baratama, ICW Minta Dewas Usut
Namun barang bukti tersebut diduga telah diamankan karena keberadaan truk tidak ditemukan di lokasi.
"Setelah tim penyidik KPK mendatangi lokasi, truk tersebut sudah berpindah tempat dan saat ini kami sedang melakukan pencarian," imbuhnya.
Baca juga: KPK Temukan Bukti Suap Pajak Usai Geledah Kantor PT Jhonlin Baratama Milik Haji Isam
Ali mengatakan KPK akan memanggil sejumlah pihak yang mengetahui dugaan hilangnya bukti di dua lokasi penggeledahan terkait kasus suap Ditjen Pajak di Kalimantan Selatan.
Salah satu lokasinya ialah kantor PT Jhonlin Baratama.
"Kami memastikan siapa pun yang diduga mengetahui rangkaian peristiwa perkara ini tentu akan kami panggil sebagai saksi," kata Ali.
”Siapa pun yang kami panggil sebagai saksi dalam proses penyidikan adalah pihak-pihak yang diduga mengetahui rangkaian peristiwa perkara dengan tujuan untuk membuat terang perkara," sambungnya.
Ali menegaskan ada ancaman hukum terhadap pihak-pihak yang berupaya merintangi penyidikan yang tengah dilakukan. Berdasarkan Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada ancaman pidana yang diatur yakni pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.
"Kami ingatkan kembali kepada pihak tertentu yang terkait dengan perkara ini tentang ketentuan Pasal 21 UU Tipikor yang telah dengan tegas memberikan sanksi hukum," tegas Ali.
Selain itu sambung Ali, lembaga antirasuah juga membuka pintu terhadap setiap informasi perihal keberadaan truk yang menyimpan barang bukti kasus dugaan suap pajak.
"KPK juga mengharapkan partisipasi masyarakat untuk segera melaporkan kepada KPK melalui call center 198 atau melalui email informasi@kpk.go.id apabila melihat dan menemukan keberadaan dari mobil truk tersebut," kata Ali.
Sementara itu Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Dewan Pengawas (Dewas) KPK segera mengusut dugaan kebocoran informasi penggeledahan KPK di dua lokasi di Kalimantan Selatan pada Jumat lalu itu. "ICW merekomendasikan adanya tindakan kongkret dari KPK. Mulai dari pengusutan dugaan pelanggaran kode etik oleh Dewan Pengawas dan penyelidikan terkait tindakan 'obstruction of justice' sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor baik yang dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Jakarta, Senin (12/4).
Kurnia menduga ada internal KPK yang membocorkan informasi rencana penggeledahan tersebut. Dan, dugaan pihaknya, penggeledahan KPK bocor itu bukanlah kejadian pertama. "Dalam pengusutan perkara suap pengadaan paket sembako di Kemensos juga terjadi hal serupa. Ada beberapa tempat yang ketika dilakukan penggeledahan, ternyata tidak lagi ditemukan barang-barang apapun," ucap Kurnia.
Terkait dugaan kebocoran informasi penggeledahan itu, Ali Fikri menegaskan para penyidik lembaga antirasuah telah bekerja sesuai prosedur. "Kami pastikan dalam kegiatan penyidikan perkara ini, tim penyidik KPK sudah bekerja sesuai prosedur yang berlaku," kata Ali.
Penggeledahan di kantor PT Jhonlin Baratama yang merupakan anak usaha Jhonlin Group milik Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam itu merupakan kali kedua yang disasar penyidik. Sebelumnya saat penggeledahan pertama pada Kamis (18/3), penyidik menemukan dan mengamankan barang bukti berupa dokumen diduga terkait dengan kasus dugaan suap pajak. Selain itu, penyidik KPK juga sudah menggeledah PT Bank PAN Indonesia (Panin), dan PT Gunung Madu Plantations.
Selain menggeledah PT Jhonlin Baratama, penyidik juga menggeledah 3 rumah pihak-pihak yang diduga terkait perkara ini.
Dari penggeledahan itu ditemukan bukti di antaranya berbagai dokumen dan barang elektronik yang diduga terkait dengan perkara bukti itu sudah diamankan.
Dalam perkara ini KPK telah menetapkan tersangka. Namun KPK belum mengumumkan identitasnya lantaran kebijakan pimpinan jilid V. Tersangka baru diumumkan ketika hendak ditahan.
Meski demikian, KPK sudah mencegah 6 orang ke luar negeri, 2 di antaranya adalah Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Ditjen Pajak, Angin Prayitno Aji dan Kepala Subdirektorat Kerja sama dan Dukungan Pemeriksaan pada Ditjen Pajak, Dadan Ramdani.
Diduga, kasus ini terkait pengurusan pajak korporasi yang melibatkan Pejabat Ditjen Pajak. KPK menduga terdapat suap puluhan miliar dalam perkara ini.
Modusnya dengan memberikan suap agar nilai pajak yang dibayarkan korporasi berkurang.(tribun network/ham/dod)