Penyuap Edhy Prabowo Harap Hakim Vonis Ringan: Saya Korban
Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito berharap majelis hakim memvonis dirinya dengan hukuman ringan.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito berharap majelis hakim memvonis dirinya dengan hukuman ringan.
Pasalnya, ia merasa tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) dalam kasus dugaan suap penetapan izin ekspor benih bening lobster atau benur sebesar 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta sangat berat.
"Dalam kesempatan ini dengan hati yang tulus, mohon kerendahan bapak-bapak majelis hakim yang saya muliakan untuk berkenan kiranya nanti dalam memutuskan hukuman kepada sya dapat memberikan keringanan hukuman dari tuntutan penuntut umum," katanya saat menyampaikan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/4/2021).
Baca juga: Gudang Penyimpanan Benur di Cisauk Digerebek, Total Ada 85 Ribu Benih
Kepada majelis hakim, Suharjito merasa sudah bekerja keras bersikap kooperatif, serta telah memberikan keterangan secara utuh dalam perkara ini.
"Saya korban penyalahgunaan wewenang dan jabatan penyelenggara negara," ucap Suharjito.
Selain itu, Suharjito mengucap terima kasih kepada JPU KPK karena sudah mengabulkan permohonan sebagai justice collaborator (JC).
Suharjito berjanji akan bersikap konsisten dalam memberikan kesaksian.
KPK menetapkan Suharjito sebagai tersangka setelah ia menyuap eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan lima orang lainnya sebesar Rp2,1 miliar.
Pemberian suap itu bertujuan agar Edhy Prabowo mempercepat persetujuan perizinan ekspor benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun anggaran 2020.
Baca juga: Saat Hakim Bertanya Kenapa Cuma Satu Perusahaan yang Terseret Kasus Suap Izin Ekspor Benur
Jaksa pun menuntut Suharjito dengan hukuman pidana kurungan selama 3 tahun dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Suharjito dituntut melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.