Uang Pecahan Rp 75.000 Bisa Jadi Angpao THR Lebaran
Bank Indonesia mendorong agar UPK Rp75.000 benar-benar menjadi alat tukar bagi masyarakat
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia mendorong masyarakat menggunakan Uang Peringatan Kemerdekaan 75 Tahun Republik Indonesia (UPK 75 Tahun RI) Rp 75.000 sebagai angpao tunjangan hari raya (THR) untuk keluarga dan juga saudara.
Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Marlison Hakim memastikan UPK Rp 75.000 tetap bisa menjadi alat transaksi pembayaran, meskipun uang tersebut merupakan uang edisi khusus.
"Dalam masa penukaran uang di periode Ramadan Idul Fitri, kami mendorong masyarakat menggunakan UPK Rp 75.000 sebagai THR untuk Lebaran," jelas Marlison dalam video conference, Rabu (14/4/2021).
"UPK Rp75.000 bisa menjadi alat belanja, karena merupakan alat transaksi yang sah," tambahnya.
Marlison juga mengatakan, Bank Indonesia saat ini tidak ingin hanya mendorong masyarakat menjadikan UPK Rp 75.000 sebagai alat koleksi semata, tetapi juga mendorong agar UPK Rp75.000 benar-benar menjadi alat tukar bagi masyarakat.
Baca juga: Dilaporkan Atas Tuduhan Perzinaan, Sandy Tumiwa Tuntut Rio Reifan Rp 10 Miliar
Bank Indonesia membuka kesempatan bagi masyarakat untuk memiliki sebanyak-banyaknya UPK 75 Tahun RI dengan menerapkan syarat satu KTP berlaku untuk penukaran maksimal 100 lembar UPK 75 Tahun RI per hari.
Masyarakat yang telah melakukan penukaran UPK 75 Tahun RI dapat kembali dan terus melakukan penukaran di hari-hari selanjutnya.
Adapun, UPK 75 Tahun RI yang dikeluarkan pada 17 Agustus 2020 lalu merupakan alat pembayaran yang sah (legal tender) di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono mengatakan, penukaran UPK 75 Tahun RI baik secara individu maupun kolektif dapat dilakukan di Kantor BI dengan tata cara pemesanan dan penukaran yang sama dengan mekanisme sebelumnya.
Baca juga: Panduan MUI Soal Protokol Kesehatan Selama Ramadan
“Masyarakat dapat melakukan pemesanan individu melalui PINTAR (https://pintar.bi.go.id) dan memilih tanggal penukaran yang sama dengan tanggal pemesanan (penukaran H+0)," tutur Erwin Haryono, Senin, (22/3/2021).
Sementara itu, terkait uang palsu, Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim mengatakan bahwa peredarannya di tahun 2020 menurun 5 persen jika dibandingkan dengan tahun 2019.
"Kalau dibandingkan 2019, peredaran uang palsu kita menurun 5 persen," jelas Marlison, Rabu (14/4/2021).
Dipaparkan, bila dilihat berdasarkan rasio uang yang beredar di masyarakat, jumlahnya yakni 5 lembar uang palsu berbanding 1 juta lembar uang asli.
"Di 2020 dengan rasio 5 lembar dari 1 juta lembar. Periode sebelumnya itu (2019) 9 lembar dari 1 juta lembar. Ini berarti mengalami penurunan di setiap 1 juta lembar," ucap Marlison.
Lalu, untuk di triwulan pertama 2021, Bank Indonesia juga masih mencatat adanya peredaran uang palsu. Rasionya adalah 2 lembar uang palsu di dalam 1 juta lembar.
“Penurunan ini karena mobilitas masyarakat yang menurun akibat pandemi Covid-19, sehingga penyebaran uang tunai tidak sebanyak tahun sebelumnya.
Selain itu, masyarakat sudah beralih ke metode pembayaran digital, baik itu mobile banking, uang elektronik, dompet digital, dan lainnya,” paparnya. (Tribunnews/Bambang Ismoyo/tis)