Dugaan Jual Beli Jabatan di Kemendes PDTT, Repdem: Jika Benar, Presiden Mesti Copot Menteri
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Repdem, Abe Tanditasik, menyayangkan adanya dugaan praktik jual beli jabatan di Kementerdes PDTT.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Gigih
TRIBUNNEWS.COM - Organisasi sayap PDI Perjuangan, Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), mengecam keras dugaan praktik jual beli jabatan di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Diketahui, isu dugaan jual beli jabatan ini berhembus berdasarkan hasil temuan salah satu media massa.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Repdem, Abe Tanditasik, menyayangkan adanya isu tersebut.
"Jika isu terbukti benar, tidak ada toleransi selain mengganti Menteri Desa PDTT (Abdul Halim Iskandar)," ungkap Abe kepada Tribunnews, Jumat (16/4/2021).
Baca juga: MAKI: Dugaan Jual Beli Jabatan di Kemendes Harus Jadi Perhatian KPK dan Presiden
Abe mengaku heran, di tengah pemerintah terus bersemangat melakukan reformasi birokrasi dan menata aparatur sipil negara, justru terjadi isu jual beli jabatan di kementerian.
"Apalagi itu diduga dilakukan oleh staf khusus," imbuhnya.
Oleh karena itu, Abe menyebut, yang diperlukan bukan hanya sekedar klarifikasi.
"Tetapi perlu dilakukan investigasi oleh legislatif, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi," ujarnya.
Semua pihak yang diduga terlibat, kata Abe, harus dipanggil dan diperiksa.
"Presiden bisa saja melakukan tindakan preventif untuk mencopot menteri sebagai pihak yang paling bertanggung jawab," ujarnya.
Baca juga: Dugaan Korupsi di Damkar Depok, Menteri Tjahjo Kumolo Bela Sandi, Sejumlah Saksi Diperiksa Bergilir
Abe menilai, jabatan eselon adalah jabatan yang harus diisi oleh orang-orang yang berkompeten dan profesional di bidang tersebut.
"Maka tidak bisa tidak, semua harus melalui uji kelayakan dan kepatutan," ungkapnya.
Jika kemudian muncul oknum staf khusus yang memperdagangkan jabatan, tentu itu diluar prosedur.
"Apalagi hingga milyaran rupiah. Harus ada tindakan cepat agar hal ini tidak terulang lagi."