Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ragukan Komitmen Pemberantasan Korupsi Sebagai Dewas KPK, ICW Beberkan 8 'Dosa' Indriyanto Seno Adji

Kurnia berujar bahwa pekan lalu Indriyanto juga mengomentari perihal hilangnya nama-nama politisi dalam surat dakwaan bansos.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Ragukan Komitmen Pemberantasan Korupsi Sebagai Dewas KPK, ICW Beberkan 8 'Dosa' Indriyanto Seno Adji
Tangkap Layar YouTube Sekretariat Presiden
Indriyanto Seno Adji resmi menjadi anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meragukan komitmen pemberantasan korupsi Indriyanto Seno Adji sebagai anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK).

Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Indriyanto Seno Adji sebagai anggota Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Rabu (28/4/2021).

"ICW sedari awal sudah meragukan komitmen pemberantasan korupsinya," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Kamis (29/4/2021).

Untuk melatarbelakangi kesimpulan tersebut, ICW membeberkan delapan 'dosa' Indriyanto Seno Adji.

Baca juga: ICW Pertanyakan Keabsahan Pengangkatan Indriyanto Seno Adji Sebagai Dewas KPK

Baca juga: ICW Yakin Penyidik KPK AKP Stepanus Tak Main Sendiri Untuk Hentikan Perkara Wali Kota Tanjungbalai

Baca juga: ICW: Tuntutan Dua Penyuap Juliari Batubara Lukai Hati Masyarakat

Pertama, Kurnia menyebut Indriyanto dikenal sebagai figur yang cukup intens menggaungkan revisi UU KPK.

"Padahal, sebagaimana diketahui bersama, revisi UU KPK merupakan salah satu sumber pelemahan lembaga antirasuah itu," sebutnya.

Berita Rekomendasi

Kedua, Kurnia mengatakan, saat menjadi Panitia Seleksi Pimpinan KPK, Indriyanto juga tidak mengindahkan betapa pentingnya kepatuhan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

"Semestinya, ia memahami bahwa LHKPN merupakan standar untuk menilai integritas dari setiap penyelenggara negara," katanya.

Ketiga, saat masyarakat menyuarakan agar Presiden Jokowi mengeluarkan PerPPU pembatalan UU KPK, kata Kurnia, Indriyanto diketahui justru menolak usulan masyarakat itu dengan dalih belum ada kegentingan yang mendesak.

"Bahkan, tatkala tiga Pimpinan KPK kala itu mengajukan uji materi, Indriyanto pun turut mengomentari dengan menyebut tindakan tersebut tidak etis," kata dia.

Keempat, dituturkan Kurnia, Indriyanto juga sempat menyebutkan bahwa pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) tidak dibutuhkan dalam mencari dalang pelaku penyiraman air keras penyidik KPK Novel Baswedan.

Baca juga: ICW Harap Penyidik KPK Asal Polri yang Peras Walkot Tanjungbalai Dihukum Seumur Hidup

Baca juga: KPK Sayangkan Data Tren Penindakan Korupsi, Ini Penjelasan ICW

Baca juga: Polri Tanggapi Penilaian Rapor Merah Dari ICW

"Namun, faktanya, hingga saat ini penuntasan perkara itu masih mengandung misteri dan mengundang banyak tanda tanya," tuturnya.

Kelima, kata Kurnia, Indriyanto sempat mengatakan bahwa dirinya tidak sepakat jika KPK mengambil alih penanganan perkara korupsi Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.

Kala itu, ia mengimbuhkan, Indriyanto menyebutkan bahwa KPK cukup melakukan koordinasi dan supervisi saja.

"Padahal, sampai saat ini perkara Joko S Tjandra belum sepenuhnya klir diungkap oleh Kepolisian dan Kejaksaan Agung," kata dia.

Keenam, Kurnia berujar bahwa pekan lalu Indriyanto juga mengomentari perihal hilangnya nama-nama politisi dalam surat dakwaan bansos.

Saat itu, tambahnya, Indriyanto membenarkan langkah KPK tidak memasukkan nama-nama politisi itu.

"Padahal, baik dalam pengakuan saksi di persidangan dan rekonstruksi KPK, telah secara klir menyebutkan bahwa politisi-politisi itu mengambil peran dan memiliki pengetahuan terkait pengadaan paket bansos," ujar Kurnia.

Ketujuh, disebutkan Kurnia bahwa Indriyanto cenderung tolerir dengan pelanggaran etik.

"Bagaimana tidak, ketika menjadi Panitia Seleksi Pimpinan KPK, yang bersangkutan diketahui meloloskan figur pelanggar etik menjadi Pimpinan KPK. Sehingga, melihat hal itu, bagaimana ia bisa menegakkan kode etik KPK ketika menjadi Dewan Pengawas, jika ia saja mengabaikan pelanggaran etik?" tanyanya.

Kedelapan, sebut Kurnia, Indriyanto sempat pula menjadi kuasa hukum pelaku korupsi, yakni mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh dan mantan Bupati Kutai Kertanegara Syaukani H Rais.

"Bahkan, selain dua nama itu, ia juga pernah menjadi kuasa hukum mantan Presiden Soeharto," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas