AJI Menilai 3 Pasal Pada UU ITE Masih Perlu Direvisi Karena Mengancam Kebebasan Pers
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai masih ada tiga pasal dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai masih ada tiga pasal dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang perlu direvisi.
Ketua Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Erick Tanjung mengatakan perlunya revisi terhadap tiga pasal tersebut karena pasal-pasal tersebut dinilai menghambat bahkan mengancam kebebasan pers.
Pasal pertama, kata Erick, adalah pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik.
Menurut Erick pasal tersebut sudah banyak memakan korban di kalangan jurnalis.
Contohnya, kata dia, kasus jurnalis Banjarhits Diananta di Banjarmasin yang dipidana dan dikriminalisasi dengan pasal tersebut meskipun perkara pemberitaan yang mengawalinya sudah ditangani di Dewan Pers.
Hal itu disampaikannya dalam Peluncuran Catatan AJI Atas Situasi Kebebasan Pers di Indonesia 2021 yang disiarkan secara langsung di kanal Youtube AJI Indonesia pada Senin (3/5/2021).
"Kemudian ada satu lagi, Asrul, jurnalis di Palopo, saat ini di tahapan naik di persidangan. Dia mendapatkan kriminalisasi dengan menggunakan pasal 27 ayat 3 ini," kata Erick.
Erick melanjutkan, pasal kedua yakni pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian.
Menurut Erick Diananta dan Asrul juga dikenakan pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian.
"Artinya orang yang tidak suka dengan pemberitaan melakukan kriminalisasi dengan menggunakan pasal ini," kata Erick.
Pasal ketiga, kata dia, adalah pasal 40 ayat 2b soal kewenangan pemerintah dalam melakukan pemutusan akses dalam sistem elektronik.
Baca juga: AJI: Teror Digital Terhadap Jurnalis Marak Setahun Terakhir
"Ini terjadi pada 2019 lalu, Presiden Jokowi melalui Menkominfo menutup, memutus akses jaringan internet di Papua dan Papua Barat dengan pasal ini. Artinya hak publik mengakses informasi yang dijamin konstitusi ini dikorbankan," kata Erick.
Diberitakan sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengumumkan kesimpulan dari tim kajian Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) bentukan pemerintah.
Mahfud menjelaskan setidaknya ada empat poin dalam kesimpulan yang telah dibuat oleh Tim Kajian UU ITE.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.