Utang Luar Negeri Semakin Membengkak, Legislator PKS: Pengendalian Utang di Masa Depan Bakal Sulit
Prof Dr Didik J Rachbini dari Indef memperkirakan Jokowi bakal mengakhiri pemerintahannya di 2024 dengan meninggalkan utang
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hendra Gunawan
"Hal ini tentu akan merugikan, karena utang yang sudah ditarik tetapi tidak maksimal dimanfaatkan untuk penyelamatan ekonomi nasional,” tutur Anis.
Selama beberapa tahun terakhir primary balance Indonesia juga selalu tercatat negatif. Ketika primary balance negatif artinya Pemerintah sedang menjalankan kebijakan gali lubang tutup lubang. Pemerintah menerbitkan utang baru untuk membayar utang yang lama.
"Hal ini tentu bukan pertanda baik untuk keberlangsungan fiskal Indonesia,” imbuhnya.
Selain itu, Anis mengingatkan bagi pemerintah khususnya Menteri Keuangan, ketika masa pra-pandemi, debt to GDP ratio Indonesia terus meningkat, dari awalnya 24% (2014) menjadi 30,2% (2019).
Menurutnya, peningkatan debt to GDP ratio menunjukkan bahwa selama periode tersebut penambahan utang lebih tinggi dibandingkan penambahan PDB. Artinya, utang Pemerintah selama ini belum cukup produktif untuk mendorong PDB nasional. Pada tahun 2020, debt to GDP ratio diperkirakan mencapai 37% dan terus meningkat menjadi 41% pada tahun 2021.
"Ini merupakan sinyal kurang bagus, yang artinya Pemerintah akan kesulitan mengendalikan laju utang di masa yang akan datang,” pungkasnya.