Selesaikan Konflik Papua Secara Holistik dan Kolaboratif
Konflik yang terjadi di Papua harus diurai akar persoalannya, kemudian diambil langkah-langkah penyelesaikan secara kolaboratif dan holistik.
Editor: Hasanudin Aco
![Selesaikan Konflik Papua Secara Holistik dan Kolaboratif](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/webinar-yang-diselenggarakan-indonesian-k.jpg)
"Jadi dari human centered development process. Ada perubahan dari give menjadi konsep share value," jelasnya.
Ia juga menyebut pembangunan di Papua harus berbasis potensi lokal. Mengembangkan potensi itu tentunya bersifat terstruktur melibatkan masyarakat asli Papua.
"Orang asli Papua adalah mitra pembangunan pemerintah," katanya.
Sementara itu, AS Hikam menilai Papua mestinya dilihat dengan cara pandang yang berorientasi pada humanistik dan kebudayaan. Sebab masalah Papua bisa diselesaikan dengan pendekatan yang khas masyarakat sipil.
"Jadi bagaimana masyarakat sipil bisa terlibat secara sukarela dalam menyelesaikan masalah. Ini kedengarannya sederhana tapi tidak mudah. Apalagi jika mereka masih ada trauma," jelas Hikam.
Bagi Hikam, apa yang sudah dilakukan pemerintah memang sangat baik. Tapi kalau tidak berbasis fakta real di lapangan, maka hasilnya mungkin tak akan terlalu efektif.
Sebagai contoh, Otsus Papua dan dana triliunan rupiah yang mengikutinya juga masih jadi pertanyaan, sejauh mana efektifitasnya.
"Memang secara normatif sudah dilakukan pembangun Indonesia untuk Papua. Tapi persoalan paling krusial adalah pada penanggulangan masalah korupsi. Inilah yang membuat masyarakat dengan mudah kecewa. Entah benar atau tidak, bagaimana pejabat yang menikmati dan masyarakat masih miskin," kata Hikam.
Problem lainnya bagi Hikam adalah bagaimana memosisikan masyarakat Papua secara humanistik agar orang Papua merasa dihargai.
"Dalam bahasa Jawa bagaimana kita Ngewongke Wong. Orang Papua dilibatkan dan didengarkan. Sekarang ada orang bicara Papua cenderung bicara 'kami versus mereka' Bukan solodarity making. Ini juga jadi persoalan," katanya.
Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani mengawali paparannya dengan menyampaikan dua arahan Presiden Jokowi terkait Papua.
Pertama pada 11 Maret 2020 Presiden mengusung semangat pembangunan Papua dengan paradigma baru dan cara kerja baru agar terbuka kesempatan kemajuan bagi rakyat Papua.
Kedua, belum lama ini Presiden Jokowi memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri mengejar dan menangkap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dan tak ada ruang bagi kelompok kriminal di Republik Indonesia.
Lebih lanjut, Jaleswari menyebut salah satu ukuran dalam pembangunan di Papua bisa dilihat dari rasio ASN dengan penduduk Papua 1:38, lebih ideal dibanding daerah lain, seperti Jawa 1:111, Sumatera 1:59, Sulawesi 1:43, dan Kalimantan 1:50.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.