Bupati Nganjuk Pasang Tarif Jual-Beli Jabatan, Termahal Rp 50 Juta Termurah Rp 2 Juta
Argo Yuwono menuturkan tersangka dibawa ke Jakarta menggunakan bus lantaran saat ini ada operasi pelarangan mudik Lebaran.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Imbas adanya pelarangan mudik Idul Fitri 1442 Hijriah, Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat dibawa ke Jakarta menggunakan bus setelah ditangkap dalam dugaan jual-beli jabatan di lingkungan pemerintah kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Pol Argo Yuwono menuturkan tersangka dibawa ke Jakarta menggunakan bus lantaran saat ini ada operasi pelarangan mudik Lebaran.
Imbasnya, ada pembatasan operasional dengan memakai alat transportasi udara dan darat. Itulah kenapa, Bupati Nganjuk harus diboyong ke Rutan Bareskrim memakai bus.
"Kenapa yang bersangkutan itu dinaikkan menggunakan bus? karena di saat ini sudah memasuki Operasi Ketupat sehingga berkaitan dengan pesawat berbatas kemudian kereta api terbatas," kata Argo di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (11/5/2021).
Baca juga: Bupati Nganjuk Jadi Tersangka Jual beli Jabatan, Plt Mohon Maaf, Anggap Itu Ujian
Namun demikian, imbuh Argo, pihaknya juga tetap memperhatikan Standar Operasional Prosedur (SOP) saat membawa tersangka. Dia dikawal dengan petugas dari Polda Jawa Timur.
"Sehingga kita menggunakan SOP menggunakan bus yang dikawal oleh kepolisian Polda Jawa Timur dibawa ke Jakarta," tukas dia.
Patok Harga
Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat ternyata mematok harga yang bervariasi dalam kasus jual-beli jabatan di lingkungan pemerintah kabupaten Nganjuk, provinsi Jawa Timur.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Pol Argo Yuwono menyampaikan Novi Rahman mematok harga termurah Rp 2 juta hingga termahal Rp 50 juta.
Baca juga: Masih Honorer, Ajudan Bupati Nganjuk Ikut Jadi Tersangka, Berikut Peran Vitalnya dalam Kasus Ini
Menurut Argo, tingkat harga yang dipatok oleh Bupati Nganjuk tergantung posisi atau level struktur jabatan tersebut.
Di antaranya mulai dari jabatan di perangkat desa hingga tingkat kecamatan.
"Setorannya bervariasi ya. Karena juga ada dari desa yang dia ngumpulkan, dari kepala desa. Ada yang Rp 2 juta. Juga ada nanti dikumpulkan naik ke atas, desa ke kecamatan, ada juga yang Rp 15 juta juga ada. Rp 50 juta juga ada. Jadi bervariasi antara Rp 2 juta sampai Rp 50 juta," kata Argo.
Baca juga: Bupati Nganjuk Terkena OTT KPK, Pengamat Sebut Elektabilitas Partai Pengusung Bisa Hancur
Hingga saat ini, lanjut Argo, penyidik Bareskrim Polri masih terus memeriksa tersangka. Pasalnya, tersangka masih baru tiba di Bareskrim Polri pada Senin (10/5/2021) malam.
Penyidik Polri bakal mendalami ihwal sejak kapan dan modus Bupati Nganjuk Novi Rahman melakukan jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk, provinsi Jawa Timur.
"Jadi ini sedang kita dalami dari nanti pemeriksaan Bupati dan juga tersangka lain ini sudah berapa lama ini berlangsung, ini sedang nanti kita dalami."
"Nanti kita riksa mendetil seperti apa, berapa jumlah setorannya, ada berapa kali, berlangsung berapa lama, kita masih belum mendapatkan, berapa tahun yang bersangkutan itu melakukan jual beli jabatan itu," pungkasnya.
Bareskrim Polri sebelumnya menetapkan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat sebagai tersangka dugaan kasus jual-beli jabatan.
Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap pelaku sebelumnya dilakukan bersama KPK.
Selain Novi Rahman, penyidik Polri juga memboyong 6 tersangka lainnya yaitu Camat Pace, Dupriono, Camat Tanjunganom dan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Camat Sukomoro, Edie Srijato.
Selanjutnya, Camat Berbek Haryanto, Camat Loceret Bambang Subagio, mantan Camat Sukomoro Tri Basuki Widodo dan ajudan Bupati Nganjuk M Izza Muhtadin.
Dalam kasus ini, Bupati Nganjuk disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (2) dan atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Para camat disangka melanggar pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan ajudan Bupati Nganjuk disangkakan melanggar pasal Pasal 5 ayat (2) dan atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Seluruh tersangka juga dijerat dengan pasal berlapis yaitu pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
18 Saksi
Bareskrim Polri juga telah memeriksa 18 orang sebagai saksi sebelum menetapkan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat dalam dugaan kasus jual-beli jabatan di lingkungan pemerintah kabupaten Nganjuk, provinsi Jawa Timur.
"Dari penangkapan itu bahwa kita memeriksa beberapa saksi berkaitan dengan hal tersebut ada 18 orang saksi yang sudah kita lakukan pemeriksaan," kata Argo.
Argo menyampaikan pemeriksaan saksi ini juga menjadi dasar penyidik meningkatkan kasus tersebut ke tingkat penyidikan.
"Setelah kita mendapatkan keterangan dari 18 saksi kemudian pemeriksaan tersangka kemudian kita gelarkan. Daripada gelar semuanya itu bahwa kasus ini naik ke tingkat penyidikan," ujar Argo.
Penyidik juga masih mendalami dugaan adanya aliran dana tersangka dugaan kasus jual-beli jabatan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat kepada partai politik (parpol).
"Sampai sekarang kita belum mendapatkan ya (aliran dana ke parpol). Tentunya kan tadi saya sampaikan sama dengan pertanyaan yang lain, nanti pasti akan kita dalami ya oleh penyidik Ditipikor Bareskrim," kata Argo.
"Nanti pasti akan kita perdalam, kita tanyakan secara mendetail, terima uang, uang dibelikan apa, uang dikirim ke mana, atau uang dibuat apa, jadi nanti ya nanti kita tunggu nanti dari penyidik tipikor bareskrim untuk melakukan pendalaman," pungkasnya.(Tribun Network/igm/wly)