Busyro Enggan Tanggapi 'Otak Sungsang' Ngabalin soal TWK Pegawai KPK
Busyro Muqoddas enggan menanggapi pernyataan 'otak sungsang' Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas enggan menanggapi pernyataan 'otak sungsang' Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin.
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut hanya akan terus membela 75 pegawai lembaga antirasuah yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Saya akan tetap berhikmat membersamai 75 pegawai KPK yg dizalimi itu bersama tokoh, aktivis, dan pegiat masyarakat sipil lainnya yang itu bermakna luhur mulia untuk menolong rakyat korban kezaliman struktural yang semakin tandus dari kejujuran, dan terus dalam kubangan limbah politik tuna adab dan tata krama," kata Busyro saat dikonfirmasi, Sabtu (15/5/2021).
Awalnya, Busyro mengkritik polemik TWK dan langsung menyoroti komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memberantas korupsi.
Ia menyatakan bahwa di era Jokowi ini ada upaya sistematis yang ingin menghancurkan KPK.
Busyro mengatakan, upaya itu terlihat sejak Jokowi dan DPR merevisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"Sejak UU KPK direvisi, dengan UU 19/2019, di tangan Presiden Jokowi-lah KPK itu tamat riwayatnya. Jadi bukan dilemahkan, sudah tamat riwayatnya," kata Busyro beberapa waktu lalu.
Busyro berpandangan, setelah revisi UU KPK, sejumlah peristiwa untuk melemahkan KPK terpampang nyata di muka publik.
Baca juga: Pakar Hukum: Jika Merasa Dirugikan, 75 Pegawai KPK yang Dinonaktifkan Bisa Ajukan Gugatan ke PTUN
Posisi KPK semakin melemah ketika Firli Bahuri terpilih sebagai ketua dan dengan munculnya polemik TWK.
Menurut Busyro, TWK tidak sesuai amanat konstitusi dan Pancasila.
Tes itu, katanya, tidak relevan sebagai alih status pegawai.
"LBH Muhammadiyah dari PP Muhammadiyah sampai wilayah-wilayah sudah resmi akan menjadi kuasa hukum bersama yang lain untuk kuasa hukum 75 orang itu," kata Busyro.
"75 orang itu harus dipulihkan kembali. Kalau tidak dilakukan Presiden, maka di era Presiden ini (KPK) betul-betul remuk," tambahnya.
Ngabalin lantas merespons kritik keras dari Busyro.
Menurut Ngabalin, alih status pegawai KPK menjadi ASN juga tercantum dalam PP Nomor 41 Tahun 2020.
Ia juga bersikeras bahwa Jokowi tidak mengintervensi proses TWK di KPK.
Ngabalin secara tegas menyebut tudingan itu sebagai fitnah terhadap Jokowi.
"Mereka menuduh bahwa proses TWK suatu proses yang diada-adakan karena di UU tidak ada rujukan pasal dan ayat tentang TWK. Ini orang-orang yang sebetulnya tidak saja tolol, tapi memang cara berpikir terbalik, otak-otak sungsang ini namanya," kata Ngabalin.