Senator NTT: BUMDes Belum Efektif Tingkatkan Ekonomi Desa
Abraham telah keliling ke ratusan desa di NTT untuk melakukan pengawasan dana desa.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Dewi Agustina
Kondisi itu menyebabkan laporan keuangan antara pengurus lama dengan pengurus baru tidak nyambung atau tidak jelas.
"Pergantian pengurus sering terjadi karena ketidakcocokan dengan kepala desa," tutur Abraham yang sudah tiga periode menjadi anggota DPD RI.
Baca juga: Mendes: Setiap Desa Hanya Boleh Punya Satu BUMDes
Sesuai arahan Menteri Desa, lanjut Abraham, BUMDes menjadi tulang punggung pembangunan desa di masa mendatang.
Hal itu karena negara tidak mungkin terus meningkatkan jumlah kucuran dana desa karena kemampuan uang negara terbatas.
Maka untuk menambah penghasilan di desa-desa, diharapkan bisa didapatkan dari BUMDes.
Namun jika melihat pengelolaan BUMDes yang tidak efektif, harapan BUMDes sebagai tulang punggung pemasukan kas desa tidak akan tercapai.
"Pemerintah pusat maupun daerah perlu memberikan pelatihan yang lebih banyak lagi ke pengelolaan BUMDes. Supaya jiwa entrepreneurship (wirausaha) bisa muncul. Jika dilepas begitu saja, tanpa pelatihan dan pembinaan, kehadiran BUMDes nanti hanya untuk habis-habiskan dana desa," jelas Abraham.
Dia menyebut saat ini, Komite I DPD RI sedang membahas perubahan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam perubahaan itu, dirinya mengusulkan jenis usaha BUMDes perlu diperluas.
Misalnya BUMDes bisa menyalurkan pupuk bersubsidi, pengecer BBM, penyalur beras dan berbagai kebutuhan dasar masyarakat desa.
Selama ini, monopoli penyaluran pupuk bagi petani dilakukan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).
Sementara BBM dimonopoli oleh Pertamina. Adapun beras dimonopoli oleh Depot Logistik (Dolog) Beras.
"Kami juga mengusulkan BUMDes dikelola pihak ketiga yang profesional. Atau menyertakan modal ke UKM yang sudah maju di daerah-daerah. Desa tinggal mendapatkan laba dari penyertaan modal tersebut," tegas Abraham.
Dia optimistis jika dana desa dan BUMDes dikelola dengan baik, bisa mengurangi angka kemiskinan.