Tak Cukup dengan UU KPK, Busyro Muqoddas: 75 Pegawai yang Jadi Pertahanan Terakhir Ikut Dilumpuhkan
Busyro Muqoddas menilai upaya pelemahan KPK tak cukup dengan UU KPK baru, tetapi 75 pegawai yang jadi pertahanan terakhir ikut dilumpuhkan
Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menyayangkan ke-75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dibebastugaskan.
Menurut Busyro, hebohnya tes wawasan kebangsaan ke-75 pegawai KPK ini menjadi bukti semakin kuatnya upaya pelemahan KPK.
Padahal, menurut mantan Ketua Komisi Yudisial periode 2005-2010 ini, ke-75 orang yang terdiri dari penyelidik hingga penyidik itu merupakan pertahanan terakhir yang dimiliki KPK.
Baca juga: Busyro Enggan Tanggapi Otak Sungsang Ngabalin soal TWK Pegawai KPK
Hal ini disampaikan Busyro dalam konferensi pers "Menelisik Pelemahan KPK Melalui Pemberhentian 75 Pegawai" yang disiarkan akun Youtube Indonesia Corruption Watch (ICW).
"UU KPK yang merupakan amputasi politik terhadap KPK, itu ternyata tidak cukup."
"Sisa-sisa pertahanan terakhir orang-orang militan dalam arti positif itu dimasukkan dalam kategori 75 dengan pertanyaan tidak senonoh."
"Pertanyaan yang menggambarkan unsur lembaga terkait menunjukkan ketidakproporsional dan justru merendahkan lembaga negara itu sendiri," kata Busyro, dikutip dari tayangan Youtube ICW, Selasa (18/5/2021).
Aktivis Muhammadiyah asal Yogyakarta ini memiliki alasan menjuluki 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK sebagai pertahanan terakhir.
Sebab, sebagian di antara mereka tengah menangani kasus-kasus korupsi besar di Indonesia.
"75 orang ini sebagian sedang menghandle perkara korupsi politik yang luar biasa," kata Busyro.
Di antaranya seperti kasus korupsi di KPU, korupsi yang melibatkan mantan Sekretaris MA, kemudian proyek reklamasi hingga proyek tata ruang yang melibatkan bos Lippo Grup.
Bahkan sampai pada kasus yang melibatkan mantan menteri seperti kasus benur lobster dan bantuan sosial (bansos) Covid-19.
Busyro menilai, tahapan dari revisi UU baru seperti UU KPK, UU Minerba, UU MK, UU Cipta Kerja hingga polemik TWK ini adalah upaya untuk menamatkan riwayat KPK.
Kemudian, Busyro pun menyimpulkan tahapan tersebut disengaja untuk melanggengkan kepentingan politik, seperti Pemilu 2024.
Baca juga: Busyro Muqqodas Sebut Rezim Saat Ini Mirip dengan Era Orde Baru