Busyro Muqoddas Sebut Ada Upaya Tamatkan Riwayat KPK, Ini Respons Demokrat
Busyro Muqoddas mengatakan penonaktifan 75 pegawai lembaga antirasuah yang tidak lulus bagian dari rangkaian menamatkan KPK
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas mengatakan penonaktifan 75 pegawai lembaga antirasuah yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bagian dari rangkaian upaya menamatkan KPK hingga tak lepas dari kepentingan politik 2024.
Terkait hal itu, anggota Komisi III DPR RI Fraksi Demokrat Didik Mukrianto mengaku memahami kerisauan dari Busyro Muqoddas.
"Saya memahami kerisauan Pak Busyro dalam perspektif dan komitmen beliau terkait dengan pemberantasan korupsi di Indonesia yang tidak boleh berhenti atau dilemahkan dengan cara apapun," ujar Didik, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (19/5/2021).
Pemahaman akan kerisauan itu, kata Didik, tak lepas dari tindak pidana korupsi di Indonesia yang sudah meluas dalam masyarakat.
Menurutnya, perkembangan tindak pidana korupsi terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara hingga segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis.
"Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional, tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya," ujar Didik.
"Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa," imbuhnya.
Baca juga: Pegawai KPK Ungkap TWK Adalah Keinginan Besar Firli Bahuri
Baca juga: Tak Lolos TWK, Direktur KPK Ungkap Jalannya Wawancara yang Ia Alami
Baca juga: 5 Tokoh Tanggapi Pernyataan Jokowi soal 75 Pegawai KPK yang Tak Lulus TWK, Arief Poyuono Beri Kritik
Untuk itulah, dia menilai upaya pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional serta berkesinambungan.
Sementara di sisi lain, dalam perkembangannya Didik melihat kinerja KPK dirasakan belum sepenuhnya efektif. Sebab masih terlihat lemahnya koordinasi antar lini penegak hukum, sinergitas antar aparat penegak hukum yang belum utuh, dan akuntabilitas kinerja yang belum maksimal.
Sehingga sinergitas kepolisian, kejaksaan, dan KPK sebagai lembaga yang menangani perkara tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan.
Dengan demikian, lanjut Didik, masing-masing dapat berdaya guna dan berhasil guna dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi berdasarkan asas kesetaraan kewenangan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Didik mengatakan, atas dasar itulah political will pembentuk UU pasti juga ingin memastikan bahwa pemberantasan korupsi bisa optimal dan maksimal.
"Saya rasa seluruh komponen bangsa dan kita semua terus mendamba-dambakan, berikhtiar dan menjadi bagian dalam hadirnya pemerintahan yang beraih dan bebas korupsi di Indonesia. Mungkin cara, partisipasi dan supportnya tiap orang berbeda-beda. Yang jelas dengan dukungan kita, semua pemberantasan korupsi tidak boleh berhenti apapun kondisi dan tantangannya. Yang tidak boleh kita lupakan bahwa pasca revisi UU KPK, KPK tidak kehilangan taji dan komitmennya untuk terus melakukan pemberantasan korupsi. Tidak sedikit pejabat tinggi, menteri, kepala daerah dan lainnya yang ditangkap KPK baik secara OTT maupun case building," ungkapnya.