Ombudsman RI Terima Laporan 75 Pegawai KPK Terkait Dugaan Maladministrasi TWK
Ke-75 pegawai KPK tersebut tidak lolos TWK dan diminta untuk menyerahkan tanggung jawab dan wewenang kepada atasannya.
Penulis: Reza Deni
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Ombudsman Republik Indonesia Mokhammad Najih mengatakan pihaknya telah menerima laporan dari 75 Pegawai KPK terkait dugaan maladministrasi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Ke-75 pegawai KPK tersebut tidak lolos TWK dan diminta untuk menyerahkan tanggung jawab dan wewenang kepada atasannya.
"Kami tentu akan mendalami sesuai prosedur dan kewenangan yang dimiliki Ombudsman," kata Najih di kantornya kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/5/2021).
Langkah-langkah strategis dikatakan Najih akan diambil agar pelaporan ini dapat diproses dan selesai dengan baik.
Baca juga: Dugaan Maladministrasi, Semua Pimpinan KPK Dilaporkan 75 Pegawai Tak Lulus TWK ke Ombudsman
Dia juga berharap masalah ini dapat diselesaikan dengan tidak gaduh serta semua pihak mendapat solusi yang baik.
"Sehingga semua pihak mendapatkan solusi baik dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pemberantasan korupsi," katanya.
Sebanyak 75 Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama tim kuasa hukum atau advokasi melaporkan lima pimpinan KPK soal adanya dugaan malaadministrasi dalam proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) ke Ombudsman RI.
Sujanarko selaku Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) mengatakan pelaporannya diterima oleh dua anggota Ombudsman.
Menurutnya dalam laporan tersebut, tes TWK sarat akan pelanggaran hukum dan undang-undang sehingga merugikan hak 75 pegawai KPK dan agenda pemberantasan korupsi.
Sujanarko pun memaparkan poin-poin pelaporan tersebut.
"Pimpinan KPK menambahkan metode alih status Pegawai KPK, bukan hanya melalui pengangkatan tetapi juga melalui pengujian. Keduanya bertolak belakang dan masing-masing metode memiliki implikasi hukum dan anggaran yang berbeda. Pasal 20 Ayat (1) Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tidak merinci metode pengujian tes wawasan kebangsaan sehingga bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia dan kepastian hukum," kata Sujanarko di lokasi, Rabu (19/5/2021).
Kedua, dikatakan Sujanarko, pimpinan KPK membuat sendiri kewenangan untuk menyelenggarakan tes wawasan kebangsaan yang tidak diatur dam UU Nomor 5/2014 tentang ASN dan UU 19/2019 tentang KPK dan PP 41/2020 tentang Alih Status Pegawai KPK.
"Ketiga, pimpinan KPK melibatkan lembaga lainnya, melaksanakan TWK untuk tujuan selain alih status pegawai KPK. Hal ini bertentangan dengan Pasal 4 Ayat (1) PP 41/2020 dan Pasal 18 dan 19 Peraturan KPK No. 1 Tahun 2021," katanya
Keempat, Sujanarko mengatakan pimpinan KPK menggunakan metode pengujian melalui TWK sebagai dasar pengangkatan pegawai KPK, padahal tidak ada ketentuan dala Peraturan KPK 1/2021 yang menyatakan demikian.
"Kelima, pegawai KPK membuat dan menandatangani dokumen pelaksanaan pekerjaan setelah pekerjaan selesai. Keenam, Pimpinan KPK menambahkan sendiri konsekuensi dari tes wawasan kebangsaan sehingga melampaui kewenangannya. Bertentangan dengan Putusan MK Nomor 70/PUU-XVUU/2019," katanya," katanya.
Untuk itu, lanjut Sujanarko, Tim advokasi dan pegawai KPK meminta Ombudsman RI untuk memeriksa Firli Bahuri dan Komisioner KPK lainnya atas kebijakan TWK yang bertentangan dengan UUD 1945, UU Ombudsman, UU Pelayanan Publik, UU ASN dan UU KPK.
Kemudian, tim juga meminta Ombudsman menerbitkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan yang menyatakan Firli Bahuri dan Komisioner KPK terbukti melakukan Maladministrasi.
"Mengeluarkan rekomendasi agar pegawai-pegawai KPK dipekerjakan kembali pada posisi semula dan memberikan sanksi bagi Firili Bahuri dkk dalam hal KPK tidak menjalankan rekomendasi Ombudsman RI tersebut," tandasnya.