Taufik Basari Menyayangkan Pemerintah 'Vote No' untuk R2P dan Pencegahan Genosida
Sikap yang diambil pemerintah RI menunjukkan kurangnya komitmenuntuk bersama-sama dengan bangsa lain menghapuskan praktik kejahatan kemanusiaan.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari mengkritik sikap Indonesia yang memberikan suara 'No' tentang tanggung jawab untuk melindungi dan mencegah genosida, kejahatan perang, pembantaian etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam Sidang Umum PBB, Selasa (18/5/2021) lalu.
Taufik mengatakan sikap yang diambil pemerintah RI menunjukkan kurangnya komitmen Indonesia untuk secara terus menerus dan bersama-sama dengan bangsa lain menghapuskan praktik kejahatan kemanusiaan dan genosida.
"Sangat menyayangkan sikap pemerintah untuk resolusi PBB ini. Indonesia yang harusnya secara konsisten dan penuh mendukung penghapusan praktik kejahatan kemanusiaan dan genosida, malah memilih untuk 'Vote No' bersama dengan 14 negara lainnya" ujar Taufik, kepada wartawan, Jumat (21/5/2021).
"Di masa lampau, Indonesia menjadi salah satu lokomotif gerakan global menentang kolonialisme. Kini dinamika dan tantangan telah berubah, di mana salah satu bentuk penindasan hadir, salah satunya, dalam wujud kejahatan terhadap kemanusiaan. ‘Vote No’ di Resolusi R2P ini adalah kesempatan yang terlewatkan bagi Indonesia untuk menjadi yang terdepan menyuarakan penolakannya terhadap kejahatan kemanusiaan," imbuhnya.
Taufik menjelaskan, R2P adalah prinsip dalam hukum internasional yang memungkinkan PBB dan negara anggotanya dapat merespon kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, pembersihan etnis, maupun genosida, dan mendukung PBB untuk mengembangkan deteksi dini mencegah meluasnya kejahatan-kejahatan tersebut.
Baca juga: Kemlu Jawab Simpang Siur ‘Vote No’ Indonesia di Sidang PBB Terkait Genosida dan R2P
Di tataran global, lanjut politikus Nasdem itu, R2P adalah cerminan tanggung jawab kolektif komunitas internasional untuk menggunakan sumber daya diplomatik dan humanitariannya agar dapat menghindari memburuknya krisis kemanusiaan, selaras dengan Piagam PBB.
Taufik menegaskan bahwa dalam konteks Indonesia, R2P juga senafas dengan Mukadimah UUD 1945 yang menegaskan komitmen Indonesia untuk aktif menjaga ketertiban dan perdamaian dunia.
Menurutnya, voting ‘Yes’ di Resolusi R2P ini akan semakin mengukuhkan komitmen politik Indonesia pada penghormatan HAM dan promosi perdamaian dunia sebagai fondasi masyarakat internasional yang adil dan sejahtera.
Meski juru bicara Kemenlu Teuku Faizasyah mengatakan bahwa sikap RI dalam resolusi ini tidak menentang isu atau konsep R2P-nya tetapi hanya persoalan teknis terkait agenda, Taufik justru menilai dalih prosedural itu hendaknya tidak menghalangi sikap RI jika memang sungguh-sungguh mendukung substansi R2P.
Menurutnya hal ini malah akan menyulitkan ketika Indonesia ingin melakukan diplomasi perdamaian seperti berperan aktif dalam persoalan Palestina dan Israel.
"Langkah tersebut justru malah mengikis legitimasi moral maupun standing kepemimpinan Indonesia di arena global untuk memperjuangkan agenda hak asasi manusia dan perdamaian dunia. Indonesia harus menunjukkan komitmennya secara terang dan serius terhadap penegakan dan perlindungan HAM, baik di dalam maupun di luar negeri sebagaimana dapat tercermin dalam politik diplomasinya," kata Taufik.
Ada 115 negara yang memvoting 'Yes' untuk resolusi PBB ini, sementara 15 negara lainnya memilih 'vote no'.
Adapun 15 negara yang memilih 'No' adalah Korea Utara, Kyrgyztan, Nicaragua, Zimbabwe, Venezuela, Indonesia, Burundi, Belarus, Eritrea, Bolivia, Rusia, China, Mesir, Kuba, dan Suriah.