Jokowi Didesak Turun Tangan Selesaikan Polemik Seleksi Pegawai KPK
Keputusan rapat yang diklaim keputusan bersama yang diambil KPK, BKN, KemenPANRB, Kemenkumham, LAN, dan KASN, itu dinilai membangkang
Editor: Hendra Gunawan
*Tegur Ketua KPK dan Kepala BKN
*Moeldoko Minta Alih Status Pegawai KPK Tidak 'Digoreng'
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta turun tangan menyelesaikan polemik alih status pegawai KPK menjadi ASN.
Sebab, arahan Jokowi terkait nasib 75 pegawai yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan dinilai tidak didengar oleh Pimpinan KPK dan BKN.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan TWK hendaknya tidak bisa menjadi dasar pemberhentian 75 pegawai KPK.
Meski sejak awal pimpinan KPK berdalih tak akan memberhentikan para pegawai itu, namun arah kebijakan menunjukkan sebaliknya.
75 pegawai itu sudah dibebastugaskan tanpa kejelasan waktu oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Kemudian berdasarkan hasil rapat, dari 75 pegawai itu, 51 pegawai dinyatakan tidak bisa lagi bergabung di KPK.
Baca juga: Politikus Demokrat: Imbauan Presiden Soal 75 Pegawai KPK yang Gagal TWK Hanya Basa Basi
Sementara 24 pegawai lainnya dinilai masih bisa dibina meski tetap tidak ada jaminan lulus ASN.
Keputusan rapat yang diklaim keputusan bersama yang diambil KPK, BKN, KemenPANRB, Kemenkumham, LAN, dan KASN, itu dinilai membangkang dari arahan Presiden Jokowi.
”Presiden sudah jelas menyatakan bahwa 75 pegawai bisa dilakukan pembinaan pendidikan kedinasan sehingga dia tidak harus keluar dari KPK dan dia bisa menjadi bagian dari pegawai-pegawai terbaik dari pemberantasan korupsi," kata Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono.
Ia pun menyatakan kecewa pernyataan tegas Jokowi kemudian tidak didengar dan pegawai KPK tetap akan diberhentikan.
Baca juga: ICW Yakini Ada Pola Jahat dalam Pelaksanaan Seleksi TWK untuk Pegawai KPK
"Tentu kekecewaan ini kami tujukan mewakili rakyat Indonesia dan mewakili seluruh pegawai, bukan hanya 75 pegawai saja.
Karena ini harapan Indonesia bersih. Simbol-simbol kejujuran dan integritas yang diluluhlantakkan dengan cara-cara yang demikian," ucap Giri.
Giri diketahui masuk dalam 75 pegawai tak lolos TWK, sebuah tes yang dimaksudkan sebagai syarat alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Namun ia mengaku belum mengetahui apakah dirinya termasuk 51 pegawai yang akan diberhentikan atau 24 pegawai yang masih bisa dibina.
Senada dengan Giri, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mendesak Presiden Jokowi menegur Ketua KPK Firli Bahuri dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana terkait kebijakan pemberhentian 51 pegawai lembaga antirasuah.
Baca juga: Pernyataan KSP Soal TWK di KPK, Moeldoko: Agar Pemberantasan Korupsi Lebih Sistematis
"Indonesia Corruption Watch mendesak agar Presiden Joko Widodo memanggil, meminta klarifikasi, serta menegur Kepala BKN dan seluruh Pimpinan KPK atas kebijakan yang telah dikeluarkan perihal pemberhentian 51 pegawai KPK," seperti dikutip dalam keterangan tertulis ICW, Rabu (26/5).
Menurut ICW, pimpinan KPK dan kepala BKN telah melawan arahan Jokowi.
"Pernyataan pimpinan KPK dan kepala BKN patut dianggap sebagai upaya pembangkangan atas perintah Presiden Joko Widodo," kata ICW.
ICW juga mengatakan keduanya hanya menganggap pernyataan Presiden sebagai angin lalu semata. Berdasarkan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan bahwa Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan manajemen ASN.
Baca juga: Moeldoko Usul TWK KPK Libatkan NU dan Muhammadiyah
Selain itu, berdasarkan perubahan UU KPK, khususnya Pasal 3, KPK merupakan lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif.
Sehingga, tidak ada alasan bagi dua lembaga itu mengeluarkan kebijakan administrasi yang berseberangan dengan pernyataan Presiden.
ICW juga menilai pemecatan 51 pegawai KPK menghiraukan putusan Mahkamah Konstitusi. MK sudah mengumumkan bahwa pengalihan status kepegawaian KPK tidak boleh melanggar hak-hak pegawai.
"Jika tes tersebut dimaknai dengan metode seleksi, bukankah hal itu menimbulkan dampak kerugian bagi pegawai KPK? Lagi pun mesti dipahami bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat serta tidak bisa ditafsirkan lain," ujarnya.
ICW juga meminta Dewan Pengawas (Dewas) segera menyidangkan dugaan pelanggaran kode etik untuk seluruh Pimpinan KPK.
Baca juga: Nasib 75 Pegawai KPK yang Tak Lolos TWK, 24 Orang di Antaranya akan Dilakukan Pembinaan
Kemudian, ICW juga mendesak Jokowi membatalkan keputusan Pimpinan KPK dan Kepala BKN dengan tetap melantik seluruh pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara.
Sementara itu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta polemik alih status pegawai KPK ini jangan terus 'digoreng' sehingga keluar dari substansi permasalahan.
Ia meminta polemik ini segera diakhiri. Menurut Moeldoko, semua harus fokus menguatkan KPK.
"Janganlah persoalan ini, belum dipahami sepenuhnya oleh kita semuanya, tetapi justru digoreng kanan-kiri akhirnya keluar dari substansi tujuan yang hendak dicapai," kata Moeldoko.
Baca juga: Ada soal TWK, TIU dan TKP, Ini Passing Grade untuk Tes SKD Sekolah Kedinasan 2021
"Sebaiknya kita sudahilah energi negatif dan praduga yang tidak konstruktif terhadap KPK ini. Perlu sikap bijak dari semua pihak untuk menyikapi situasi ini," imbuhnya.
Moeldoko kemudian memaparkan bahwa TWK harus dilihat dari bentuk penguatan wawasan kebangsaan setiap pegawai pemerintahan. Dalam konteks KPK, hal ini menjadi syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN.
"Selama ini sudah berjalan, dan tidak hanya ranah KPK saja tetapi seluruh mereka yang berproses atas alih status ASN di semua lembaga. Sekali lagi bahwa ini sebenarnya sudah berlaku di semua lembaga dan termasuk juga di kalangan BUMN," kata dia.
Ia kemudian memberikan contoh bahwa TWK juga dilakukan di BPIP. Bahkan, menurut dia, ada pegawai di BPIP yang juga tidak lolos TWK.
"Soal tidak lolos uji TWK, sebenarnya tidak hanya di KPK. Tetapi di lembaga-lembaga lain juga pernah terjadi seperti itu kondisinya. Bahkan di BPIP juga ada. Begitu tes TWK mereka ternyata tidak lolos. Kenapa itu tidak ribut, kenapa yang di KPK begitu diributkan," ungkap Moeldoko.
Terkait mekanisme TWK yang jadi polemik, ia merekomendasikan pihak terkait untuk melibatkan NU dan Muhammadiyah.
"KSP dalam hal ini merekomendasikan untuk melibatkan NU dan Muhammadiyah yang telah teruji mampu merajut simbol kebangsaan dan Kebhinekaan Indonesia.
Juga perlu dipikirkan sejumlah skenario atas perbaikan terhadap mereka-mereka yang wawasan kebangsaannya masih kurang, yaitu melalui pendidikan kedinasan seperti yang diinginkan Bapak Presiden karena ini memang harus diperkuat dari waktu ke waktu," imbuh dia.(tribun network/ham/fik/dod)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.