Ketua WP KPK: Hingga Detik Ini Kami Belum Terima Hasil TWK Para Pegawai yang Dinyatakan Tak Lulus
Yudi Purnomo Harahap menyayangkan pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam proses alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap menyayangkan pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam proses alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Diketahui 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lulus TWK.
Yudi menyebut hingga saat ini pihaknya belum menerima hasil tes tersebut dari Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Pernyataan tersebut diungkapkan Yudi dalam diskusi virtual Forum Diskusi Salemba (FDS) bersama Ikatan Alumni Universitas Indonesia, Sabtu (29/5/2021) siang.
"Faktanya adalah kami tidak mendapat hasil TWK atau konfirmasi secara langsung sampai detik ini. Tiba-tiba di media ramai, 75 pegawai KPK tidak lolos tes TWK dan harus hengkang dari KPK," ujar Yudi dalam diskusi tersebut.
Baca juga: Pegawai KPK Akui Pernah Menjalani Tes Wawasan Kebangsaan Bersama Kopassus Selama 48 Hari
Diketahui, dari 75 pegawai tak lolos TWK, berdasarkan rapat yang digelar pimpinan KPK bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), hanya 24 yang dinyatakan masih bisa dibina dengan pendidikan kedinasan.
Sementara 51 sisanya tidak bisa lagi bekerja di KPK
Lanjut Yudi, keputusan penonaktifan para pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus dinilainya tidak sesuai dengan pernyataan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
Sebab katanya, salah satu prasyarat pegawai dapat dinonaktifkan atau diberhentikan yakni jika pegawai tersebut melanggar kode etik berat.
Baca juga: Pegawai KPK Ditanya Tentang Lepas Hijab Saat Jalani Wawancara Tes Wawasan Kebangsaan
"Pegawai KPK bisa diberhentikan jika mereka meninggal dunia, mengundurkan diri, atau melanggar hukum pidana dan kode etik. Jika melanggar pun, mereka harus dibuktikan di dewan pengawas atau pengadilan," ujar Yudi.
"Padahal presiden sendiri sudah mengeluarkan seruan supaya tidak ada pegawai KPK yang diberhentikan," lanjut dia.
Tak hanya itu, ia juga menyayangkan terkait adanya isu Taliban yang ditujukan kepada pegawai KPK yang tidak lolos TWK tersebut.
Padahal, menurutnya para pegawai yang dinyatakan tak lulus itu memiliki beragam latar belakang keyakinan atau agama.
Baca juga: Firli Bahuri Disebut Pernah Bikin Daftar Nama Pegawai yang Diwaspadai, Wakil Ketua KPK Bantah
"Musuh terbesar itu bukan agama, tapi para tikus berdasi itu (koruptor). Sampai saat ini, kami akan terus berusaha menyelamatkan pegawai-pegawai KPK yang terancam diberhentikan karena mereka punya peran signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Yudi.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) Andre Rahadian.
Dalam pernyataannya, Andre mendesak pihak terkait yakni pimpinan KPK, Kepala BKN hingga Presiden Joko Widodo untuk mempertahankan seluruh pegawai KPK yang tidak lulus asesmen TWK agar tetap bekerja di lembaga antirasuah itu.
Sebab dirinya menilai, polemik tidak lulusnya 75 pegawai KPK termasuk penyidik senior Novel Baswedan serta Harun Al Rasyid dalam TWK akan berdampak pada menurunnya kinerja pemberantasan korupsi di Tanah Air.
Dengan begitu kata dia, dikhawatirkan akan berpengaruh pada menurunnya Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia.
"Tidak lulusnya para pegawai KPK dalam TWK menyebabkan menurunya performa KPK gitu, yang berakibat pada penurunan Indeks Persepsi Korupsi," jelas Andre.
Lanjut kata dia, menurunnya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia merupakan dampak langsung dari penurunan performa dari tubuh KPK.
Hal tersebut menurutnya sangat relevan dengan isu tidak lolosnya pegawai KPK dalam TWK, untuk itu, pihaknya dalam hal ini ILUNI UI berkomitmen untuk mengawal isu ini.
"ILUNI UI melalui Policy Center akan mencoba memberikan solusi berupa policy brief sebagai masukan dalam menguatkan lembaga antikorupsi di Indonesia,” katanya.