ICW Nilai Pelantikan Pegawai KPK Menjadi ASN Merupakan Bentuk Arogansi Pimpinan KPK
ICW berpandangan pelantikan pegawai KPK menjadi ASN tersebut merupakan bentuk nyata dari arogansi Pimpinan KPK.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
Menanggapi hal itu ICW menyatakan, sembilan indikator merah itu merupakan upaya yang dirancang untuk mematuhi Ketua KPK Firli Bahuri.
"ICW berpandangan sembilan indikator tanda 'merah' kepada 51 pegawai KPK semakin menguatkan dugaan publik bahwa Tes Wawasan Kebangsaan ini memang didesain untuk menundukkan seluruh pegawai kepada Pimpinan KPK, terutama Firli Bahuri," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (1/6/2021).
Menurut dia, cara-cara seperti itu sangat bertolak belakang dengan nilai dan budaya yang dibangun di KPK.
"Betapa tidak, diantara 9 poin indikator tertera perihal penolakan atas pencalonan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK," kata Kurnia.
Dikatakan Kurnia, sebelumnya penting untuk ditegaskan bahwa Firli Bahuri memiliki rekam jejak buruk saat mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK.
Jadi, lanjutnya, menjadi hal wajar jika sejumlah pegawai, atau bahkan masyarakat luas berbondong-bondong melancarkan kritik terhadap Firli Bahuri.
"Pertanyaan lanjutannya: apakah cara mengukur wawasan kebangsaan didasarkan atas penilaian terhadap Firli Bahuri semata? Jika benar, maka TWK ini hanya dijadikan langkah bersih-bersih," katanya
Di dalam sembilan indikator 'merah' itu terdapat pula poin terkait penolakan atas revisi UU KPK.
Kurnia menilai, dari hal tersebut terlihat bahwa panitia penyelenggara TWK ahistoris, sebab, sikap penolakan atas revisi UU KPK bukan merupakan sikap individu pegawai, melainkan kelembagaan KPK saat itu.
Bahkan, dilanjutkannya, KPK di bawah kepemimpinan Agus Rahardjo cs telah melayangkan surat untuk menolak pembahasan revisi UU KPK.
Tidak hanya itu, dituturkan Kurnia, saat draft UU KPK beredar, lembaga antirasuah itu secara terang benderang mengumumkan 26 poin kelemahan yang akan dialami oleh KPK pasca regulasi itu diundangkan.
Jika hal itu benar menjadi tolak ukur menilai wawasan kebangsaan, menurut Kurnia, maka sebagian besar masyarakat Indonesia, ratusan akademisi, puluhan guru besar, dan ribuan mahasiswa juga tidak memenuhi syarat sebagai warga negara yang memiliki wawasan kebangsaan.
"Maka dari itu, dengan kualitas penyelenggaraan yang sangat buruk seperti ini, maka tidak salah jika dikatakan penyelenggaraan TWK telah merugikan negara miliaran rupiah," imbuhnya.