KSAU: Perlu Ada Sebuah Badan yang Mewadahi Pengelolaan Ruang Udara
Saat ini intensitas atas pemanfaatan ruang tersebut menjadi sangat tinggi, potensi konflik yang akan timbul semakin kompleks dan bersifat multisektor
Penulis: Gita Irawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo menilai perlu adanya sebuah badan yang mewadahi pengelolaan ruang udara.
Menurut Fadjar badan tersebut perlu dibentuk karena adanya berbagai kondisi dan berbagai masalah yang memerlukan koordinasi dan integrasi dalam perencanaan, pemanfaatan, pengelolaan, pengawasan, dan pengendalian ruang udara serta penegakan hukum terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang udara.
Saat ini, kata dia, intensitas atas pemanfaatan ruang tersebut menjadi sangat tinggi sehingga potensi konflik yang akan timbul juga semakin kompleks dan bersifat multisektor.
Untuk itulah, lanjut Fadjar, pemahaman yang menyeluruh dan penyusunan aturan hukum yang mengatur bentuk sinergi dalam pengelolaan ruang udara nasional dan menjadi semakin krusial saat ini.
Baca juga: TNI AU Belum Punya Payung Hukum Optimal Untuk Menindak Pelanggar Batas Udara Nasional
Hal tersebut disampaikan Fadjar saat menyampaikan keynote speechnya dalam Seminar Nasional bertajuk Sinergitas Pengelolaan Ruang Udara Nasional yang digelar Pasis Sekkau A-109 secara daring pada Rabu (2/6/2021).
Baca juga: Besok Komnas HAM Periksa 8 Orang soal Dugaan Pelanggaran HAM dalam Proses Alih Status Pegawai KPK
"Di samping itu saat ini diperlukan adanya sebuah badan yang mewadahi seluruh stakeholder yang membutuhkan penggunaan ruang udara untuk kemudian mengelola ruang udara mulai dari level strategis hingga level teknis. Dengan demikian sinergitas pengelolaan ruang udara nasional dapat terwujud," kata Fadjar.
Fadjar mengatakan meski pemerintah telah mengeluarkan beberapa regulasi terkait pengelolaan ruang udara di antaranya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU Nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara, UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, dan UU nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan, namun harus diakui pengaturan tentang ruang udara di berbagai peraturan tersebut masih bersifat sektoral serta belum saling terintegrasi.
Di samping itu, kata dia, pada berbagai aturan tersebut juga belum diatur dengan jelas tentang sejumlah hal berkaitan dengan ruang udara nasional.
Sejumlah hal tersebut di antaranya batas wilayah udara vertikal maupun horizontal, areal tindak pidana pelanggaran kedaulatan, aturan pelanggaran terhadap prohibited area, restricted area, maupun danger area, sanksi hukum untuk pelanggaran wilayah udara, masalah pemetaan dan foto udara, dasar kewenangan bagi stakeholder, batas kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bentuk sinergi setiap unsur, potensi pemanfaatan kewaspadaan ancaman terhadap perkembangan tekonologi kedirgantaraan, serta berbagai hal lainnya.
Sehingga, kata dia, jika terjadi konflik dalam pemanfaatan ruang udara terutama yang bersifat lintas sektor dan atau lintas wilayah bahkan lintas negara maka sangat mungkin penanganannya tidak terlaksana dengan optimal.
Fadjar melanjutkan, seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan industri kedirgantaraan sehingga pengunaan wahana udara menjadi semakin luas, tidak hanya oleh negara atau bisnis penerbangan saja, namun juga hingga kalangan perorangan di antaranya penggunaan drone komersial yang semakin mudah diakses siapa saja.
Jika tanpa pengawasan yang baik, kata dia, maka hal tersebut sangat berpotensi mengancaman keselamatan penerbangan nasional, kegiatan wisata atau olahraga di ruang udara misalnya balon udara khsususnya yang baru-baru ini banyak ditemukan di sekitar Lanud Iswahudi Madiun, atraksi sinar laser, festival kembang api dan berbagai pengunaan lainnya.
Pada hakikatnya, kata dia, wewenang negara yang berdaulat di wilayah udara setidaknya mencakup dua hal yaitu membuat aturan hukum dalam peraturan nasional dengan sumber hukum nasional dan internasional, serta menegakkan aturan hukum yang berlaku di wilayah udaranya.
"Untuk itulah guna mengoptimalkan pelaksanaan tugas penegakkan kedaulatan di wilayah udara nasional Indonesia diperlukan adanya pengaturan pengelolaan wilayah udara yang menampung kepentingan bersama dan terwujudnya kesejahteraan rakyat indoensia," kata Fadjar.
Namun di sisi lain, lanjut dia, pemanfaatan ruang udara dan sumber daya yang tergabung di dalam semakin berkembang dengan intensitas yang sangat meningkat.
"Sebagai contoh seperti pengembangan berbasis sumber daya udara, kegiatan perlindungan dan pelestarian kualitas lingkungan udara," kata Fadjar.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.