Respons Fahri Hamzah Terkait Soal Dalam TWK KPK: Itu Kan Tes Reaksi Kejiwaan
Politikus Fahri Hamzah memberikan tanggapan terkait soal-soal yang diajukan dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) kepada pegawai KPK.
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Fahri Hamzah memberikan tanggapan terkait soal-soal yang diajukan dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) kepada pegawai KPK sebagai syarat alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Diketahui, sejumlah soal dalam TWK KPK mengemuka ke ruang-ruang publik dan menuai polemik.
Satu di antaranya yakni soal yang mengharuskan pegawai KPK untuk memilih antara Pancasila dan kitab suci.
Fahri berpandangan, bahwa soal-soal yang diajukan dalam TWK KPK, merupakan serangkaian tes untuk melihat reaksi kejiwaan seseorang yang akan diangkat menjadi penegak hukum.
"Tes-tes seperti itu kan' tes reaksi kejiwaan. Harusnya orang dites itu, kalau dia mau jadi penegak hukum, dia harus dingin. Tidak boleh mudah terprovokasi, tidak boleh goncang oleh tekanan," kata Fahri saat berbincang dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, Kamis (3/6/2021).
Fahri tak memungkiri pertanyaan dalam TWK KPK, sebagaimana beredar di pemberitaan, mengandung unsur tekanan yang agak menyasar kepada pribadi seseorang.
Baca juga: Pimpinan KPK Tolak Pencabutan SK Penonaktifan Pegawai yang Tak Lolos TWK, Ini Alasannya
"Menekan dan sebagainya. Disuruh milih Pancasila atau Alquran misalnya," ujar Fahri.
Namun, lanjut Fahri, bukan berarti kalau anda milih Pancasila benar kemudian Alquran menjadi salah.
"Bukan begitu. Tapi Anda mau dicek sikap Anda kalau ada dilema seperti ini bagaimana. Itu kan menandakan jiwa kita. Mungkin itu yang diuji," ujar Fahri.
Baca juga: Makna Kalimat Otot dan Otak Pegawai KPK Tidak Lagi Kuat dalam Surat Terbuka Fahri Hamzah
Lebih lanjut Fahri mengatakan, kalau memang ada pertanyaan-pertanyaan yang dianggap berlebihan dari soal TWK KPK, maka perlu dievaluasi.
Evaluasi tentu harus dilakukan lembaga yang memang memiliki kewenangan, bukannya KPK.
"Kalau dulu KPK merekrut pegawainya sendiri, bikin keputusan tentang pegawainya sendiri, sistem pengkajian sendiri. Ini menjadi temuan BPK waktu itu. Sekarang dia harus mengintegrasikan," kata Fahri.
"Makanya yang merekrut Badan Kepegawaian Negara (BKN). Jadi saya kira itu sudah merupakan integrasi kerja sistem. Wajar saja," sambung Fahri.