Politikus PAN: Presiden Harus Tolak Proposal Alpalhankam Rp 1,7 Kuadriliun
Rencana pemenuhan kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) dengan anggaran Rp 1,7 kuadriliun terasa fantastis.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana pemenuhan kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) dengan anggaran Rp 1,7 kuadriliun di kala masyarakat sedang didera pandemi Covid-19 tentu terasa fantastis.
"Karena itu Presiden harus tolak tanda tangani perpres pengadaan Alpalhankam tersebut," ujar anggota DPR RI Fraksi PAN Zainuddin Maliki, menanggapi bocornya pengajuan rancangan Peraturan Presiden tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Tahun 2020-2024 dari Kementerian Pertahanan, Jumat (4/6/2021).
Dalam rancangan perpres itu tertulis angka yang cukup fantastik untuk membeli alutsista sebesar USD 124.995.000.000, yang jika dikonversikan menjadi sekitar Rp 1.788.228.482.251.470 (Rp 1,7 kuadriliun).
Jika angka Rp 1,7 kuadriliun akan ditutup dengan skema pinjaman, perlu dicatat hutang negara per April 2021 sudah mencapai Rp 6.527,29 triliun.
Dengan jumlah tersebut, Zainuddin mengungkap maka rasio hutang pemerintah mencapai 41,18 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca juga: Len Industri Diharapkan Jadi Integrator Teknologi Berbasis Elektronik untuk Kemandirian Alutsista
Artinya rasio hutang terhadap PDB meningkat dibandingkan awal tahun ini di angka 38,68 persen.
"Karena itu anggaran fantastik alpalhankam itu perlu ditinjau ulang," kata anggota Badan Legislasi DPR RI itu.
Menurutnya, pengajuan rencana kebutuhan dengan anggaran fantastis tersebut sulit dimengerti.
Pertama, anggaran alpalhankam itu manfaatnya tidak langsung bisa dirasakan masyarakat.
Pemerintah juga masih didesak untuk bisa melindungi masyarakat keluar dari tekanan pandemi Covid-19.
Baca juga: Soal Isu Alutsista, Anis Matta: Kekuatan Militer Indonesia Harus Jadi Lima Besar Dunia
Di samping itu pengadaan alutsista tersebut juga tidak masuk prioritas program kabinet kerja yang mengedepankan pembangunan SDM.
"Jika tersedia anggaran besar maka seharusnya pemerintah utamakan untuk menopang program prioritas kabinet kerja dalam hal ini pembangunan di bidang SDM," kata anggota Komisi X DPR RI itu.
Lebih lanjut, dia mengatakan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan yang terkait langsung dengan pembangunan SDM sejauh ini masih dibebani berbagai masalah, terutama akibat Covid-19.
Baca juga: Pengamat: Modernisasi Alutsista Harus Tetap Dilakukan
Justru dengan ancaman learning loss bahkan generation loss yang ada di depan mata itu pagu anggaran pendidikan 2022 mengalami penurunan dari Rp 81,5 trilyun tahun 2021 tinggal Rp 73,08 trilyun.
"Dengan penggabungan riset dan teknologi, Kementerian ini membutuhkan anggaran sebesar Rp 93,24 triliun sehingga masih kurang Rp 20,166 triliun," kata Zainuddin.
Bagaimanapun memang saat ini, kata Zainuddin, Indonesia memerlukan modernisasi alutsista agar pertahanan dan keamanan negara semakin tangguh.
Namun di sisi lain, penyusunan rencana kebutuhan alutsista dengan anggaran tambun tersebut, apapun skemanya, langsung atau tidak langsung tentu akan membebani APBN.
"Semestinya semua pemenuhan rencana kebutuhan harus mempertimbangkan keseimbangan kemampuan penyediaan APBN kita yang saat ini sudah mengalami defisit cukup lebar itu," ujarnya.