Buntut Polemik Sinetron Suara Hati Istri: Zahra, KPI Diminta Lebih Hati-hati Pilih Konten Siaran
Buntut polemik sinetron Suara Hati Istri: Zahra, KPI diminta lebih hati-hati dan bijak memilih konten siaran.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk lebih berhati-hati dan bijak dalam menayangkan siaran.
Hal itu diungkapkan Christina melihat polemik sinteron Suara Hati Istri: Zahra yang belakangan ini menjadi sorotan.
Seperti diketahui, sinetron itu melibatkan anak gadis di bawah umur untuk berperan sebagai istri.
Polemik tersebut bisa mnejadi pelajaran bagi KPI ke depannya untuk memperbaiki isi konten siaran.
"Dalam konteks ini, kami mengingatkan kembali pada lembaga-lembaga penyiaran, agar lebih hati-hati dan bijak dalam menayangkan konten-konten siaran, utamanya terkait isu anak dan perempuan."
Baca juga: Dihentikan Sementara, KPI Minta Jalan Cerita Sinetron Suara Hati Istri Zahra Dievaluasi
"Kejadian ini menjadi pembelajaran yang baik untuk memperbaiki isi siaran dari lembaga penyiaran kita ke depannya," ucap Christina, dikutip dari laman dpr.go.id, Senin (7/6/2021).
Komisi I DPR RI akan terus mendorong KPI untuk melakukan pengawasan secara maksimal.
"Kami harapkan KPI menjemput bola, membantu lembaga penyiaran berjalan pada koridor yang baik dan benar," tambahnya.
Menurut Christina, keterlibatan anak di bawah umur dalam sinetron tersebut merupakan masalah serius yang berbahaya untuk masa depan anak-anak di tanah air.
"Saya melihat kejadian ini lebih dari sebuah kekeliruan kecil melainkan situasi serius yang membahayakan masa depan anak-anak kita."
Baca juga: 5 Fakta Kontroversi Sinetron Suara Hati Istri Indosiar: Tanggapan KPAI dan KPI, hingga Muncul Petisi
"Isu besarnya menyangkut kesadaran pelaku usaha penyiaran kita tentang dampak buruk perkawinan anak," jelas politisi Partai Golongan Karya (Golkar) itu.
Ia mempertanyakan, apakah pihak produksi dan stasiun televisi tak bisa membedakan siaran yang mendidik atau menghibur.
"Apakah rumah produksi dan stasiun televisi tidak lagi bisa membedakan mana siaran yang mendidik maupun menghibur padahal Undang-Undang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) telah memberikan batasan jelas tentang hal ini," ucapnya.
Dikatakannya, pemerintah dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) sudah memiliki program Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.