Komnas HAM Bisa Panggil Paksa Pimpinan KPK
Danang menilai, jika proses TWK berjalan mulus, bukan tidak mungkin akan diterapkan di badan atau lembaga lain.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Keputusan Presiden (Keppres) Joko Widodo bisa menjadi alternatif untuk menyelamatkan 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipecat, lantaran tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Disampaikan oleh Sekjen Transparency International Indonesia Danang Widoyoko, Direktur Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, dan eks pegawai KPK Sari Wardhani.
"Bisa lewat Keppres dijadikan ASN. Taoi saya menduga presiden akan menghindar terus. Kemudian membiarkan (TWK) menjadi urusan internal KPK," ujar Danang melalui konferensi pers virtuaL, Selasa (8/6).
Danang menilai, jika proses TWK berjalan mulus, bukan tidak mungkin akan diterapkan di badan atau lembaga lain.
Baca juga: Eks Penyidik KPK yang Terima Suap Akui Masih Berstatus Anggota Polri
"Jadi ini sebenarnya ancaman bagi kita semuanya," ucap Danang.
Senada, Leonard mengatakan Presiden Jokowi bisa membatalkan keputusan terkait 51 pegawai KPK yang tak lolos TWK. Bisa menerbitkan Keppres. Sebab, Perkom No. 1/2021, yang juga memuat soal pasal terkait TWK bisa dianulir.
"Awalnya, kisruh ini dari Revisi Undang Undang KPK. Sekarang yang bisa mengatasinya, kita meragukan beliau mau, menganulir proses ini secara keseluruhan karena itu lewat peraturan komisi yang praktis di bawah dia (Presiden Jokowi)," ucap Leonard.
Baca juga: Menteri Tjahjo: Pelatihan ASN KPK Kewenangan KPK dan Pakai Anggaran KPK
Usman Hamid mengatakan Presiden Jokowi harus membatalkan pemberhentian terhadap 51 pegawai KPK. Termasuk mengambil tindakan untuk mengembalikan independensi KPK.
"Dalam konteks ini pemberhentian tersebut bisa dikatakan mengandung indikasi kuat terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusi (HAM) yang berat," imbuh Usman.
Sedangkan, Sari mengimbau kepada Presiden Jokowi untuk sesuai dengan perkataannya. "Menjalankan apa yang dikatakan untuk menguatkan KPK," ujarnya.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menegaskan Komnas HAM bisa memanggil paksa pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Usman menduga adanya pelanggaran HAM berat dalam proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk para pegawai KPK.
Baca juga: KPK Cari Bukti Soal Rp1 Miliar Untuk Anggota BPK Achsanul Qosasi di Kasus Bansos
Ia menuturkan Komnas HAM bisa mengacu pada Pasal 89 Huruf h Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia."Dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan, “Yang dimaksud dengan "pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik" khususnya terkait hak-hak ketenagakerjaan para pegawai KPK," ujar Usman.
Usman berpandangan pemberhentian terhadap 51 pegawai KPK bisa dilihat dari "pelanggaran hak asasi manusia yang berat" sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 94 UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
"Karena jelas merupakan praktik diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic discrimination)," ucap Usman.
Menurut Usman, Komnas HAM harus memanggil paksa jika pimpinan KPK menolak hadir setelah dipanggil. Hal itu bisa dilakukan dengan berdasarkan Pasal 89 ayat (3) UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
"Menetapkan, bahwa dalam pelaksanaan fungsi pemantauan, Komnas HAM berwenang antara lain melakukan pemanggilan kepada pengadu, korban, saksi atau pihak terkait lainnya," ucapnya.
Pasal 95 menetapkan bahwa “Apabila seseorang yang dipanggil tidak datang menghadap atau menolak memberikan keterangan, Komnas HAM dapat meminta bantuan Ketua Pengadilan untuk pemenuhan panggilan secara paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
"Kalau tidak datang atau menolak, Komnas HAM bisa meminta ketua pengadilan untuk memaksa," imbuh Usman.
Sebelumnya, Komnas HAM berharap seluruh pimpinan KPK dapat hadir untuk dimintai keterangan mengenai polemik TWK tersebut. Keterangan Firli Bahuri Cs dianggap penting untuk menambah keterangan mengenai sengkarut TWK.
"Surat panggilan untuk pimpinan KPK hari ini," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam.
Akan tetapi, pimpinan KPK menyatakan tidak akan menghadiri panggilan tersebut.
"Tentu pimpinan KPK sangat menghargai dan menghormati apa yang menjadi tugas pokok fungsi Komnas HAM, sebagaimana tersebut didalam ketentuan yang berlaku saat ini," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mewakili pimpinan.
Ali menyampaikan, pimpinan KPK telah melayangkan surat ke Komnas HAM pada Senin (7/6/2021) kemarin. Hal ini untuk meminta penjelasan terlebih dahulu mengenai dugaan pelanggaran HAM dalam alih status pegawai KPK. (tribun network/denis destryawan)