Ombudsman RI: BPJS Ketenagakerjaan Harus Prioritaskan Peningkatan Kepesertaan
Langkah ini sesuai dengan mandat Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA—Ombudman RI meminta BPJS Ketenagakerjaan semakin aktif melakukan peningkatan jumlah peserta baru. Karena masih sangat besar pekerja di Indonesia masih belum terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Langkah ini sesuai dengan mandat Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Hal itu disampaikan anggota Ombudsman RI Hery Susanto dalam konferensi pers virtual, Rabu (9/6/2021).
“Masih sangat besar pekerja di Indonesia yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan,” ujar Hery.
Baca juga: 2 Masalah pada Pelaksanaan PPDB DKI Menurut Ombudsman Jakarta Raya
Mengutip data dari Dewan Jaminan Sosial Nasional 2020, jumlah pekerja di Indonesia sebesar 92,45 juta orang terdiri dari pekerja formal dan informal.
Sementara jumlah peserta BPJS Ketenagakerjaan terdata sebanyak 49,65 juta orang atau 53,7 persen.
“Mereka yang terdaftar sebagai perserta BPJS Ketenagakerjaan ini terdiri dari penerima upah atau PPU 39,65 juta orang, termasuk pekerja migran Indonesia, kemudian jasa konstruksi dan bukan penerima upah sebesar 2,4 juta orang,” jelasnya.
Baca juga: Siap-siap, BPJS Kesehatan Buka Lowongan Ratusan Verifikator
Dari total perserta yang terdaftar, dia menjelaskan hanya 19,1 juta orang sebagai perserta aktif atau 48 persen dan peserta tidak aktif sebesar 20,6 juta orang 52 persen.
“Peserta tidak aktif lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan peserta aktif,” ucapnya.
Lebih jauh ia menjelaskan pula banyak kartu kepesertaan yang ganda.
“Ada satu orang peserta mempunyai dua sampai tiga kartu, bahkan lebih. Misalnya jasa konstruksi, ini kan hanya dalam kurun waktu tiga, empat bulan, terus kerja lagi, kemudian bikin kartu lagi seperti itu terus,” jelasnya.
Lebih lanjut sepanjang 2019, pembayaran kalim BPJS Ketenagakerjaan mengalami peningkatan sebesar 21,2 persen atau mencapai Rp29,2 triliun.
Adapun detailnya. Klaim untuk jaminan hari tua (JHT) mencapai Rp26,6 triliun untuk 2,2 juta kasus, jaminan kematian (JKM) sebanyak 31.300 kasus dengan nominal sebesar Rp858,4 miliar. Kemudian jaminan kecelakaan kerja (JKK) sebanyak 182.800 kasus dengan nominal Rp1,56 triliun dan jaminan pensiun (JP) sebanyak 39.700 kasus dengan nominal sebesar Rp118,33 miliar.
“JHT merupakan program BPJS Ketenagakerjaan yang paling besar menyedot kas keuangan badan hukum publik tersebut,” ucapnya.
Pada tahun yang sama, BPJS Ketenagakerjaan membukukan penambahan iuran sebesar Rp73,1 triliun. Data tersebut menunjukkan hasil investasi BPJS Ketenagakerjaan Rp29,2 triliun yang diperoleh itu habis untuk membayar total klaim JHT, JKK, JKM, dan JP sebesar Rp29,2 triliun juga.
Sementara hasil iuran kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan (2019) dari peserta aktif yang hanya sebesar 19,1 juta orang (48 persen) berjumlah Rp 73,1 triliun. Ini jauh lebih besar dari hasil investasinya dengan nilai Rp29,2 triliun.
“Tentu jika kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan semakin besar, maka akanmampu menambah kontribusi dari iuran peserta termasuk efeknya terhadap hasil investasi yang juga akan bertambah,” jelasnya.
“Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan adalah kunci. Dengan demikian jajaran direksi dan dewan pengawas BPJS Ketenagakerjaan yang akan datang harus memprioritaskan peningkatan kepesertaan sebagai kunci dalam menjalankan tujuan kinerja bidangnya masing-masing yang menjadi satu kesatuan terintegrasi,” tegasnya. (*)