Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komnas HAM Jawab Kritik Hendardi soal Pemanggilan Pimpinan KPK

Komnas HAM mengajak semua pihak untuk mengembalikam kepada aturan hukum yang berlaku.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Komnas HAM Jawab Kritik Hendardi soal Pemanggilan Pimpinan KPK
Gita Irawan/Tribunnews.com
Komisoner Komnas HAM RI M Choirul Anam dan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap usai pemeriksaan terhadap pengurus inti Wadah Pegawai KPK di kantor Komnas HAM RI Jakarta pada Senin (31/5/2021). 

"Semestinya Komnas HAM meneliti dan menjelaskan dahulu ruang lingkup dan materi dimana ada dugaan pelanggaran HAM yg terjadi sebelum memanggil pimpinan KPK dan BKN," ucap Hendardi.

Analoginya, jika misalkan ada mekanisme seleksi untuk pegawai Komnas HAM dan kemudian ada sebagian kecil yang tidak lulus apakah mereka bisa otomatis mengadu ke Komnas HAM dan langsung diterima dengan  mengkategorisasi sebagai pelanggaran HAM? 

Dalam setiap pengaduan ke Komnas HAM diperlukan mekanisme penyaringan masalah dan prioritas yang memang benar-benar memiliki aspek pelanggaran HAM, agar Komnas HAM tidak dapat dengan mudah digunakan sebagai alat siapapun dengan interes apapun. 

"Komnas HAM harus tetap dijaga dari mandat utamanya sesuai UU untuk mengutamakan menyelesaikan dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM berat (gross violation of Human Rights)," katanya.

Ia menambahkan, dalam persoalan alih status menjadi ASN dimanapun, sangat wajar jika Pemerintah menetapkan kriteria-kriteria tertentu sesuai amanat UU.  

Karena, untuk menjadi calon pegawai negeri pun memerlukan syarat-syarat tertentu termasuk melalui sejumlah test antara lain tentang kebangsaan. 

Menjadi ironi ketika di berbagai instansi negara lainnya untuk menjadi calon ASN maupun menapaki jenjang kepangkatan harus melewati berbagai seleksi termasuk TWK, namun ada segelintir pegawai KPK yang tidak lulus yang menuntut diistimewakan.

Berita Rekomendasi

Dalam konteks seleksi ASN memang bisa saja pelanggaran terjadi misalnya seseorang tidak diluluskan (dicurangi/diskriminasi) atau karena  tidak dipenuhi hak-haknya ketika diberhentikan dari pekerjaannya (pelanggaran HAM). 

Tapi tentu harus dibuktikan dengan data yang valid.

"Sudah waktunya polemik dan manuver politik pihak yang tidak lulus TWK ini dihentikan karena tidak produktif dan tersedia mekanisme hukum PTUN untuk memperjuangkan aspirasi mereka. Demikian pula seyogyanya lembaga-lembaga seperti Komnas HAM dll. Tidak mudah terjebak untuk terseret dalam kasus yang kendati cepat populer tapi bukan merupakan bagian mandatnya dan membuang-buang waktu," tutupnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas