Pemerintah Mau Pajaki Sembako, Anggota DPR Akan Menolak Dianggap Bebani Rakyat
Pemerintah bakal mengenakan pajak untuk sembako, termasuk di dalamnya beras, gabah, garam, hingga gula.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah bakal mengenakan pajak untuk sembako, termasuk di dalamnya beras, gabah, garam, hingga gula.
Hal itu tercantum dalam Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Beleid tak lagi menyebutkan sembako termasuk dalam objek yang PPN-nya dikecualikan.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, pemajakan sembako bukan berarti pemerintah tak memikirkan masyarakat kecil.
Yustinus menyatakan, pemerintah tengah mereformasi sistem perpajakan supaya lebih adil dan tepat sasaran.
Baca juga: Misbakhun: Kemenkeu Bisa Reformasi Perpajakan dengan Sistem Basis Teknologi
Pasalnya, objek pajak yang dikecualikan PPN-nya saat ini termasuk sembako, banyak pula dikonsumsi masyarakat mampu yang seharusnya bisa membayar.
"Tapi kok sembako dipajaki? Pemerintah kalap butuh duit ya? Kembali ke awal, enggak ada yang tak butuh uang, apalagi akibat hantaman pandemi. Tapi dipastikan pemerintah tak akan membabi buta. Konyol kalau pemulihan ekonomi yang diperjuangkan mati-matian justru dibunuh sendiri," kicau Yustinus dalam akun Twitternya, Rabu (9/6).
Komisi XI DPR akan menolak rencana pajak sembako yang tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang Perubahan Kelima Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Baca juga: Menteri Keuangan Jepang dan Anggota G7 Sepakat Pajak Perusahaan Minimum 15 Persen
Anggota Komisi XI DPR Fraksi Gerindra Kamrussamad menanggapi RUU tersebut dengan mengatakan, RUU tersebut sampai saat ini belum ada pembahasan antara DPR dan pemerintah.
"Kami akan menolak jika ada kewajiban perpajakan baru yang membebani rakyat, karena daya beli belum sepenuhnya membaik, ekonomi masih megap-megap, pengangguran, dan kemiskinan semakin bertambah. Pendapatan rumah tangga menurun, kok kebutuhan bahan pokok mau dipajakin," ujar Kamrussamad, kemarin.
Kamrussamad menjelaskan, rencana pengenaan pajak sembako diatur dalam Pasal 4A draf revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983.
Dalam draf beleid tersebut, kata Kamrussamad, barang kebutuhan pokok serta barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai (PPN).
Baca juga: Ekonom Sarankan Evaluasi Insentif Perpajakan, Bukan Menaikkan PPN
"Dengan penghapusan itu berarti barang itu akan dikenakan PPN," ucapnya.
Menurutnya, jenis-jenis kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat dan tidak dikenakan PPN, sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.
Barang tersebut meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.
Oleh sebab itu, Kamrussamad pun menyarankan pemerintah untuk melakukan reformasi fundamental regulasi perpajakan secara sungguh-sungguh dan menyeluruh .
"Bangun kepercayaan WP (wajib pajak) dengan memberikan jaminan zero korupsi diperpajakan. Berani mengambil tindakan dengan berhentikan pejabat korup sampai dua tingkat di atasnya dan dua tingkat ke bawah," tuturnya.
Selain itu, pemerintah juga harus optimalkan penggalian potensi PPH Pasal 25, 29 dan Pasal 23 untuk barang impor dan konsultan asing dalam pembangunan infrastruktur.
"Lalu, implementasikan kesepakatan pertukaran data otomatis yang sudah diteken antar negara melalui AEoI untuk mengejar WP di luar negeri," ujar Kamrussamad. (Tribun Network/Seno Tri Sulistiyono/kps/sam)